Senin 07 Nov 2016 18:00 WIB

Jurus Baru Memangkas Dwelling Time

Red:

Dwelling time atau waktu tunggu bongkar muat di pelabuhan masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Proses bongkar muat belum bisa secepat  keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi ingin waktu bongkar muat memakan waktu maksimal dua hari. Kementerian dan otoritas terkait pun terus mencari jurusjurus baru untuk memangkas dwelling time.

Pemerintah terus mengupayakan agar proses bongkar muat menjadi lebih sederhana dan cepat. Jika dwelling time semakin cepat, pergerakan barang semakin cepat pula. Ujungujungnya, bisa memberikan manfaat terhadap penurunan harga barang di Indonesia. Selain itu, pendapatan negara diyakini akan melonjak jika semakin banyak kapal yang melakukan bongkar muat di pelabuhanpelabuhan Indonesia.

Jokowi sempat naik pitam saat mengetahui proses dwelling time di empat pelabuhan besar di Indonesia memakan waktu lima hingga enam hari. Apalagi, masih ada persoalan pungutan liar (pungli) yang membuat kredibilitas negara tercoreng di mata para importir. Mafia yang mengakar di proses dwelling time sedikit demi sedikit dipangkas melalui mekanisme baru yang dicanangkan pemerintah.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi telah meracik beberapa formula untuk mempercepat proses bongkar muat. Jurus tersebut dengan membentuk kepengurusan administrasi satu pintu hingga membuat sistem hub and spoke atau pengumpul dan pengumpan sebagai salah satu cara mengurangi beban pelabuhan induk dalam menampung container raksasa.

Luhut mengatakan, sistem ini akan membuat gerah beberapa orang yang biasanya mencari penghidupan melalui pungli di pelabuhan. Apalagi, Jokowi sudah menabuhkan genderang perang untuk memberantas pungli di seluruh pelayanan publik. Dia mengakui, pengaturan satu pintu dan skema hub and spoke  bukanlah barang baru. Namun, skema tersebut minim pengawasan dalam pelaksanaannya, sehingga membuat waktu bongkar muat masih lambat.

Jika dibandingkan negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia, Indonesia memiliki waktu bongkar muat yang jauh lebih lama. Singapura mencatat rekor, dengan hanya membutuhkan waktu 1,2 hari.  Sedangkan Malaysia dan Cina, sudah bisa menyentuh angka 2,2 hari. Sedangkan Indonesia, terhitung sejak awal  2016 pada Januari hingga April, proses bongkar muat masih membutuhkan waktu lima hari.  Data ini sesuai catatan masingmasing dashboard Pelindo I hingga IV.

Direktur Utama Pelindo III, Orias Petrus Moedak, mengakui, proses bongkar muat di Pelindo III sebelumnya membutuhkan waktu sekitar 5,25 hari. Dia beralasan, hal tersebut karena sejak beberapa waktu lalu ada proyek perluasan jalur masuk pelabuhan. Selain itu, karena adanya persoalan eksternal yang berada di tangan para importir.

Menurut dia, ada beberapa penyebab lamanya bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Perak. Dalam proses preclearance misalnya, ada kurangnya kesadaran importir mempercepat pengurusan impor barang. Importir cenderung tak langsung mengurus izin pengambilan, sehingga barang dibiarkan menumpuk di  pelabuhan.  

"Tapi sekarang kami sudah menginjak tiga hari. Ini sesuai dengan arahan Pak Presiden. Beberapa cara dan strategi kami upayakan agar proses dwelling time tak berlangsung lama," ujar Orias saat dihubungi Republika, akhir Oktober.

Orias mengatakan, tujuan memangkas dwelling time adalah demi efisiensi biaya logistik, khususnya terkait pengeluaran barang setibanya di terminal/pelabuhan. Proses ini, kata dia, melibatkan banyak kepentingan dari beberapa instansi dan lembaga tertentu yang berdiri sendiri.

Pelindo III sedang mengembangkan proyek Terminal Teluk Lamong (TTL) ke tahap II seluas 50 hektare. Tujuannya, untuk mendukung efektivitas Pelabuhan Tanjung Perak. "Kami juga siap membangun jalan layang untuk memperlancar akses barang dari TTL ke gerbang tol agar terhindar dari kemacetan," kata  Orias.

Dia memastikan, Pelindo III akan bekerja keras selama 24 jam setiap harinya untuk mempercepat proses bongkar muat. Pelindo III juga berencana merevitalisasi Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) menjadi berkedalaman 14 meter, sehingga dapat dilalui kapal berbobot hingga 50 ribu DWT (deadweight  tonnage). Menurut dia, upaya ini juga dapat mendukung percepatan proses bongkar muat.

Direktur Pelindo I, Bambang Eka Cahyana, mengklaim, proses dwelling time di wilayah operasi Pelindo I sudah mencapai 3,08 hari. Pelindo I mengoptimalkan pelayanan secara daring agar lebih cepat dan bebas pungli.

Bambang mengatakan, target yang dipatok Presiden terkait dwelling time harus bisa dilakukan. "Pertama, dari sisi bongkar muat kita tingkatkan supaya mencapai minimal 40 boks per sheet per hour," ujar Bambang di Kantor Kemenko Kemaritiman, belum lama ini.

Bambang menjelaskan, untuk mempermudah para perusahaan mendapatkan surat pengeluaran peti kemas (SP2), Pelindo I memberlakukan sistem daring yang bisa langsung diurus oleh pengusaha sebelum barang sampai ke pelabuhan.

"Kita sudah menerbitkan SP2 secara online. Pengguna jasa tak perlu datang, bisa cetak sendiri," ujarnya.

Bambang menambahkan, Pelindo I terus berkoordinasi dengan otoritas pelabuhan lainnya dan juga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai agar karantina bisa dipercepat. Saat ini, waktu karantina yang tercatat di dashboard Pelindo I hanya membutuhkan waktu 1,14 hari.

Operator Pelabuhan Tanjung Priok, Pelindo II yang menjadi sentral ekspor impor terbesar di Indonesia, mengakui, tugas dari pemerintah untuk memangkas  dwelling time bukan perkara mudah. Direktur Utama Pelindo II, Elvyn G Massaya, mengatakan, Pelindo II saat ini mengerahkan para pegawainya bekerja selama 24 jam agar proses bongkar muat lebih cepat.

Elvyn menjelaskan, Pelindo II sudah menyiapkan pelayanan satu pintu di tahap preclearance atau waktu pengajuan dokumen pemberitahuan impor barang. Dalam pelayanan satu atap tersebut, Pelindo II berkerja sama dengan berbagai pihak mulai dari Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerian Perdagangan, dan  pemangku kepentingan lainnya. Kemudian, memberikan kewenangan kepada petugas untuk mempercepat proses preclearance. Hal ini dilakukan untuk  mempercepat waktu bongkar muat yang saat ini masih membutuhkan waktu 3,2 hari menjadi 2,5 hari di Pelabuhan Tanjung Priok.

"Kami terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk melakukan percepatan ini, meskipun sekarang ratarata waktu bongkar muat 3,2 hari. Dengan langkah ini kita akan upayakan lagi lebih rendah," ujarnya.

Dia menambahkan, Pelindo II mengambil beberapa langkah baru di tahap postclearance dengan mengenakan tarif progresif. Tujuannya, agar para importir cepat mengeluarkan barang dari pelabuhan. Dia menjelaskan, jika barang tidak segera dikeluarkan dari pelabuhan, pada hari kedua akan dikenakan denda 300 persen dari biaya penimbunan seharusnya. Kemudian, pada hari ketiga dikenakan denda 600 persen.

Dengan cara ini, diharapkan para importir segera mengangkat barangnnya dari pelabuhan. Selain itu, Pelindo II juga memberlakukan sistem tagihan elektronik  untuk mempercepat proses pembayaran. rep: Intan Pratiwi ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement