Senin 07 Nov 2016 18:00 WIB

Mengoptimalkan Dry Port

Red:

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, akan mengoptimakan fungsi dry port atau terminal container darat untuk memangkas dwelling time. Salah satu proyek percontohan yang saat ini sedang dibuat pemerintah adalah Cikarang Dry Port (CDP). CDP dibuat terintegrasi dengan Pelabuhan Tanjung Priok. Keberadaan CDP akan mengurangi beban Pelabuhan Tanjung Priok yang semakin lama semakin padat. Jika skema ini berjalan baik, skema yang sama juga akan dilakukan di dua pelabuhan inti lainnya, yaitu Pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Mas.

Luhut menjelaskan, dry port akan mengambil peran dalam tahap clearance. Tanjung Priok selaku pelabuhan utama akan mendapatkan porsi kerja untuk bongkar muat barang. Saat barang telah dibongkar, akan langsung dibawa menggunakan kereta barang menuju Cikarang untuk diperiksa dan pengurusan  administrasi.

Setelah sampai di Cikarang, tahap clearance mulai dari pemeriksaan, administrasi bea cukai hingga karantina akan terpusat di Cikarang. Pertimbangan ini diambil selain untuk memangkas proses dwelling time, juga untuk mendekatkan barang kepada para importir, sehingga biaya distribusi menjadi lebih rendah.

"Selama ini konsep ini sudah ada, tapi memang tidak jalan. Kita mau mulai 1 Desember nanti akan jalan. Selain itu, secara progresif kita juga akan menyelesaikan pembangunan Pelabuhan Patimban untuk menjadi pelabuhan kedua untuk membantu Priok," ujar Luhut.

Dia menjelaskan, CDP memiliki luas 200 hektare dan dikelola oleh swasta. Pememerintah akan mengkaji terkait mekanisme biaya di sana, dan di bagian yang perlu diperbaiki agar bisa menarik bagi para importir dengan tidak mengurangi pendapatan negara.

Luhut meyakini, keberadaan dry port bisa memangkas waktu bongkar muat menjadi dua hari. Saat ini, kata dia, dwelling time masih berkisar tiga hingga lima hari.

Dengan adanya integrasi dan pembagian beban antara pelabuhan utama Tanjung Priok dan pelabuhan kering, diyakini dapat meningkatkan kapasitas pelabuhan sebanyak 8 juta TEUS per tahun. Peningkatan kapasitas ini akan berpengaruh terhadap pendapatan negara. Luhut menjelaskan, dengan memaksimalkan fungsi CDP seluas 200 hektare tersebut, maka jumlah barang yang masuk ke CDP akan lebih banyak. Selain itu, proses akan lebih cepat. "Jadi barang cepat pengurusannya, membuka keran barang baru dan sirkulasi yang lebih lancar," ujarnya.

Luhut mengatakan, integrasi dwelling time ini juga berpengaruh terhadap kapasitas lalu lintas antara pelabuhan ke industri. Luhut memperkirakan, jika integrasi ini berjalan maka kemacetan jalan akan berkurang sebanyak 30 persen.

"Pemeliharaan jalan tentu juga akan berkurang 30 persen, penggunaan bahan bakar juga bisa berkurang hingga Rp 190 miliar per tahun, lebih efisien," ujar  Luhut.

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Ilham Masita, mengatakan, program yang dicanangkan pemerintah dalam memangkas dwelling time memang menjadi salah satu langkah yang baik. Namun, menurut Zaldy, ada beberapa hal yang masih harus dipertimbangkan oleh pemerintah.

Dia menjelaskan, percepatan bongkar muat ternyata tak begitu menguntungkan para pengusaha logistik.  Sebab, biaya yang harus dikeluarkan oleh  pengusaha menjadi lebih banyak.

"Dwelling time sudah turun menjadi tiga hari tapi biaya logistik di pelabuhan menjadi naik karena biaya memindahkan container keluar pelabuhan dan biaya denda yang sangat tinggi," ujar Zaldy saat dihubungi Republika, Jumat (20/10). rep: Intan Pratiwi ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement