Senin 28 Nov 2016 15:00 WIB

Tungku Hemat Energi untuk Perajin Rotan

Red:

Besarnya potensi industri rotan di Indonesia membuat Uni Eropa ingin berkontribusi lebih terhadap kualitas ekspor produk rotan tersebut.

Melalui organisasi nonpemerintah atau NGO asal Belanda, Stichting Nederlandse Vrijwilligers (SNV) yang juga tergabung dalam Prospect, UE berupaya melakukan konsep bisnis yang inklusif sebagai model baru dalam mengangkat kapasitas ekonomi level bawah usaha rotan.

Technical Project Rattan SNV, Addico Porsiana menjelaskan, elemen-elemen di dalam bisnis inklusif tersebut di antaranya penggunaan bahan baku rotan, produksi bersih, sumber daya manusia (SDM) juga keselamatan, dan kesehatan kerja.

Salah satu langkah nyata adalah dengan adanya tungku hemat energi. Ada 10 tungku hemat energi dan 10 pedal hemat energi yang diberikan SNV untuk meningkatkan produksi di sub kontraktor. Pedal digunakan untuk mengefisiensi nyala api pada proses pembakaran.

Ia mengatakan, enam tungku dan pedal hemat energi diberikan untuk sentra Cirebon, sementara sisanya di dua kota berbeda. Selain Cirebon, Solo, dan Surabaya juga merupakan sentra industri rotan di Indonesia.

Tungku hemat energi yang digunakan untuk steam rotan tersebut biasanya memerlukan 1 kolt (2 kubik) kayu bakar dalam 12 hari pemakaian. Hal tersebut dirasa tidak efisien, apalagi dengan banyaknya asap pembakaran yang dihasilkan.

Sementara tungku hemat energi  menggunakan kayu bakar sisa potongan yang mereka beli sebagai bahan bakar. Untuk diketahui,  harga 1 kolt kayu bakar di Cirebon Rp 550 ribu. Dengan tungku hemat energi, 1 kolt kayu bakar bisa digunakan selama 36 hari pembakaran.

Ia memperkirakan, dana untuk pembelian kayu bakar tungku hemat energi hanya sebesar Rp 367 ribu per bulan."Ini (dana pembelian kayu bakar) jauh lebih murah dibandingkan tungku biasa yang mencapai Rp 1,1 juta per bulan," kata Addico.

Sebelum menggunakan tungku hemat energi, biasanya drum steamer hanya ditumpuk menggunakan batu bata sehingga panas dan asap pembakaran masuk ke area pekerja. Penggunaan tungku tersebut juga tidak memerhatikan pencegahan kebakaran.

Berbeda halnya, setelah penggunaan tungku hemat energi yang diakui Addico memberikan kemudahan penggunaan bagi subkontraktor dan lebih bersih dari abu pembakaran.

Sebelum menggunakan tungku hemat energi, pembakaran menghasilkan 70 persen asap. Sementara, sesudah penggunaan tungku hemat energi hanya menghasilkan 5 persen asap. "Dengan begitu, asap dan panas dapat dicegah masuk ke wilayah pekerja," ujarnya.

Ada juga beberapa perubahan signifikan lainnya sebelum dan sesudah penggunaan tungku hemat energi, yakni perebusan awal yang waktunya menjadi lebih singkat. Biasanya, menurut dia, perebusan awal memakan waktu dua jam, tetapi dengan tungku hemat energi hanya membutuhkan satu jam.

"Daya tahan tungku hemat energi ini juga lebih awet karena bisa bertahan empat tahun," kata dia dibandingkan tungku biasa yang hanya bertahan selama satu tahun.

Untuk membangun tungku hemat energi membutuhkan Rp 1,2 juta dengan durasi pemakaian empat tahun. Ia mengatakan, break event point (BEP) atau pengembalian modal pembuatan tungku dihasilkan dari penghematan biaya pembelian kayu bakar selama 1,4 bulan.       Oleh Melisa Riska Putri, ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement