Qonita Khasyi'ah Humairo (4 tahun) sudah tertarik membantu bundanya memasak di dapur sejak usia tiga tahun. Ia sudah mulai merecoki sang bunda dengan ikut memotong-motong tempe dengan pisau mainannya. Ini rutin dilakukan ketika memasak bersama bunda pada pagi hari atau saat akhir pekan.
Ikut memasak di dapur ini, menurut psikolog Rini Hildayani, memiliki banyak manfaat untuk anak. Salah satunya anak bisa lebih semangat makan bila dilibatkan dalam proses tersebut. Ketika dimulai dari usia dini. Dampak akan lebih terasa. Anak akan terinternalisasi harus punya kebiasaan makan makanan sehat, jelasnya dalam acara konferensi pers Nestle Healthy Kids-International Chefs Day 2016: Art on a Plate di Jakarta, belum lama ini.
Pembiasaan itu bukan sesuatu yang bisa dicapai dalam waktu singkat dan instan. Dari beberapa penelitian terlihat ada pengaruh keterlibatan anak dalam kegiatan memasak dengan kebiasaan dan tingkah laku makanan sehat pada anak. Dalam suatu penelitian di suatu sekolah, anak pada penelitian pertama diajak memasak dengan bantuan orang tua, sedangkan penelitian kedua hanya orang tua yang memasak.
Setelah masakan selesai, anak-anak dari kelompok yang ikut memasak dengan bantuan orang tua, mereka lebih mau makan. Ini mendorong mereka mengadopsi pola makan sehat.
Dengan mengenal beragam bahan makanan dan memahami zat gizi bahan-bahan tersebut, kemungkinan anak tumbuh menjadi picky eateratau suka memilih-milih makanan akan berkurang. Proses pembelajaran ini akan menjadi semakin efektif apabila sang anak menikmati proses tersebut, ujar Rini. Selain itu, kelekatan orang tua dan anak juga akan semakin baik. Karena melibatkan anak dalam proses memasak akan membuat hubungan anak dengan orang tua lebih bagus,jelasnya.
Ia menyarankan agar orang tua yang terlibat dalam memasak berikan informasi yang tepat, misalnya, apa manfaat bahan makanan, misalnya, sayuran. Mengapa harus makan sayur dan lainnya. Sehingga, anak punya pengetahuan lebih. Manfaat lainnya mengajak anak memasak bersama adalah mengurangi kebiasan jajan, terutama fast food.
Psikolog anak Ine Indriani menambahkan, mengajak anak memasak bisa mengasah kreativitas anak. Anak jadi bisa berimajinasi dan mengasah minat dan bakat anak dibidang masak.
Mengajak anak masak bersama juga bisa jadi media orang tua mengenalkan anak tentang berbagai jenis masakan, warna, dan bentuk, ujarnya. Selain itu, mengajak anak memasak bersama juga melatih anak berempati, anak jadi mau membantu mamanya. Selain terbiasa memotong-motong dan mencuci sayuran, anak juga terbiasa melakukan kegiatan atau aktivitas dapur. Tidak hanya aktivitas dapur yang ada di gawai, tapi ini aktivitas riil, ujarnya.
Usia bukan patokan
Mengajak anak memasak bersama memang penting untuk meningkatkan kreativitas anak. Tetapi, kapan mulai bisa mengajak anak memasak, orang tua masih bingung. Rini Hildayani menjelaskan, anak sudah bisa diajak memasak bersama bergantung pada minatnya dan harus disesuaikan dengan kemampuannya. Misalnya, sejak usia dua tahun anak sudah menunjukkan ketertarikannya. Nah, orang tua bisa mulai mengajaknya memasak.
Menurut Chef Stefu Santoso dari Association of Cullinary Professionals Indonesia (ACPI) keterlibatan anak dalam proses memasak bisa dilihat dari kemampuan anak. Orang tua harus melihat kemampuan anak, seberapa jauh dia bisa menangani suatu pekerjaan. Usia tidak jaminan. Usia kecil sudah ada yang mampu meng-handle, ujarnya.
Hal yang terpenting, lanjut dia, metode masak harus benar. Ajarkan anak bagaimana mengupas bawang misalnya. Sebelumnya ajarkan anak cara memegang pisau yang benar. Lalu ajarkan bagaimana anak memegang bawang.
Kalau melihat anak tidak punya rasa percaya diri memegang pisau, hindarkan. Secara psikologis lihat anak seberapa jauh lakukan hal tersebut. Tapi, anak satu dan lain akan berbeda, walaupun usia sama. Kalau teknik dasar anak sudah menguasai, yang lain akan mengikuti. Sesuatu yang dasar itu apabila dipupuk akan berguna, ujarnya.
Sebaliknya, Ine Indriani mengatakan, sejak usia dua tahun anak sudah bisa membantu hal sederhana, misalnya, membantu memetik kangkung. Atau ketika orang tua membuat kue, ajak anak mendekorasi. Walaupun dekorasi anak memang tidak secanggih orang dewasa, sebaiknya sisihkan sedikit kue untuk anak-anak. Tujuannya agar ia bisa mengeksplorasi idenya. Sehingga, dia percaya diri, ujarnya.
Meski begitu, adalah logis bila semakin kecil usia, masih sedikit hal yang bisa ia lakukan. Misalnya, memotong kangkung, mencuci sayur, atau memasukkan sayuran dari satu baskom ke tempat lain. Atau bisa juga meminta anak membawakan baskomnya. Memidahkan barang melatih fokus anak. Selain itu, memindahkan pakai tangan sayur atau kangkung yang sudah dipotong juga meningkatkan indra perabanya. Oleh Desy Susilawati, ed: Nina Chairani
Apa yang Bisa Dilakukannya?
Menurut Rini Hildayani, saat melibatkan anak memasak, terutama anak usia sekolah, bisa dari awal ketika hendak memasak. Dimulai dengan pertanyaan anak ingin makan apa. Anak mau masak apa. Misalnya, dia menginginkan pasta. Dengan begitu, anak merasa dilibatkan sehungga anak jadi lebih komit untuk terlibat dan mau makan.
Anak bisa diajarkan menetapkan pilihan. Sehingga, nantinya anak tidak bilang terserah mama atau ayah. Ketika anak bisa menetapkan pilihan dengan baik, ini bisa untuk pembentukan karakter. Karena itu, perlu dikembangkan, ujarnya.
Setelah itu, anak-anak bisa dilibatkan untuk mencari resep yang bisa didapat dengan kecanggihan teknologi. Dan ajak anak mencari tahu bisa membeli bahan-bahan untuk memasak di mana. Kemudian dilanjutkan dengan menyiapkan bahan-bahan masakan. Libatkan anak membeli bahan-bahan. Anak usia sekolah motorik halusnya juga sudah lebih bagus jadi bisa dimintai untuk membantu memotong-motong sayuran atau mengadon. Di sini orang tua sifatnya lebih mengawasi saja.
Untuk anak usia di bawah usia sekolah, bisa dimulai dari hal sederhana. Misalnya, anak usia tiga tahun, dia sudah bisa menjumput, mengambil benda. Dengan begitu, Anda bisa minta anak untuk mengambil bahan yang dibutuhkan. Terutama untuk anak yang lebih kecil, pastijan apa yang dibawa anak aman. Jangan botol kaca yang mudah pecah, ujarnya.
Ine Indriani mengatakan, memasak bersama anak juga harus disesuaikan dengan usianya. Misalnya, anak baru boleh gunakan pisau atau gunting plastik miliknya. Orang tua juga bisa menyediakan bahan masakan yang ramah anak, misal, tempe, sayur dan lainnya. Dan bahan makanan yang sudah ia potong boleh juga dimasak, misalnya, tempe potongan dia digoreng. Biarkan anak membantu, asalkan jangan masakan yang bisa membuat minyaknya muncrat. Atau bisa juga masakan yang berupa tumisan. Yang terpenting adalah tetap dalam pengawasan orang tua. Anak juga perlu diberi tahu apa bahayanya. Ini perlu dijelasin supaya anak tahu pengetahuan umum, ujarnya.
Yang bisa dimasak bersama anak
Chef Stefu Santoso mengatakan, orang tua bisa berkreasi dengan sayur dan buah-buahan lalu mengajarkannya kepada anak-anak mereka. Menu yang disiapkan juga tidak harus rumit dan bisa menggunakan bahan yang mudah didapat, seperti bayam, semangka, dan lainnya. Adapun hal yang terpenting adalah kandungan gizi seimbang dalam makanan tersebut.
Bisa juga mengajak anak membuat piza dengan aneka toping yang mengandung gizi, misalnya, ada bayamnya, jamur, paprika, ayam, saus tomat, keju, dan lainnya. Atau membuat salad buah dengan yogurt atau mayonese.
Selain itu, anak-anak biasanya lebih suka ikut memasak atau membuat kue. Karena prosesnya jauh lebih simpel tidak begitu sulit dan biasanya lebih menyenangkan. Anak bisa mencampur bahan seperti telur, tepung, dan gula. Mereka bisa bermain dengan mikser. Mikser itu lebih mudah. Setelah itu mereka bisa membentuk cookie baru memanggang. Memanggang jauh lebih aman dibanding memegang pisau. Karena biasanya peralatan memanggang sudah dilapisi dengan peralatan tebal. Mereka juga tinggal mengatur suhu. Itu pelajaran hidup untuk mereka mau makanan enak harus ada usaha. Mau pintar harus ada usaha, ujarnya.