JAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan mengikuti aturan UUD 1945 dalam menentukan presiden dan wakil presiden 2014 terpilih. Selain memperhatikan perolehan suara nasional, penentuan presiden dan wakil presiden terpilih nantinya juga memperhatikan sebaran suara provinsi.
Merujuk pada Pasal 6A UUD 1945, pasangan capres dan cawapres dinyatakan menang jika mendapatkan lebih dari 50 persen jumlah nasional. Selain itu, pasangan pemenang juga harus memperoleh setidaknya 20 persen suara di lebih dari separuh jumlah provinsi.
Artinya, kata Hadar, jika pada pemungutan suara 9 Juli nanti ada salah satu pasangan calon yang memenuhi kedua syarat tersebut, akan ditetapkan KPU sebagai pasangan presiden dan wakil presiden terpilih. Namun, jika tidak ada yang memenuhi kedua syarat itu, akan dilakukan pemungutan suara putaran kedua.
"Nanti pada saat putaran kedua baru syarat suara terbanyak saja yang digunakan," kata Hadar di kantor KPU, Jakarta, Selasa (17/6). Kebijakan itu merevisi rencana KPU mengabaikan sebaran suara provinsi dan hanya menentukan pemenang berdasarkan perolehan suara nasional.
Untuk menguatkan keputusan tersebut, KPU akan menuangkannya dalam peraturan KPU (PKPU). Peraturan KPU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Rekapitulasi Pilpres 2014 yang telah diterbitkan pada April 2014 lalu juga akan direvisi.
Kendati demikian, Hadar memastikan penerbitan PKPU tersebut tetap menunggu masukan dari semua pihak. KPU sebelumnya telah mengundang kedua tim pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk membahas aturan penentuan pasangan calon terpilih pada Senin (16/6) malam.
Terkait keputusan KPU tersebut, tim pasangan capres nomor urut dua, Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK), tetap meminta KPU mengonsultasikan aturan penentuan presiden dan wakil presiden terpilih ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selepas itu, baru mengeluarkan keputusan sendiri melalui peraturan KPU. "Pada intinya kami menyarankan kepada KPU untuk berkonsultasi ke MK," kata petugas penghubung kubu Jokowi-JK dan KPU, Sudiyatmiko Aribowo, kemarin.
Menurut Sudiyatmiko, KPU harus mempertimbangkan dampak atas aturan tersebut. Misalnya, gugatan dari pasangan calon terhadap peraturan KPU. Persoalan partisipasi pemilih dan biaya jika pemilu tetap dilakukan dua putaran meski diikuti pasangan calon yang sama juga mesti dipertimbangkan.
"Ini terkait biaya dan kemudian antisipasi pemilih. Jangan sampai putaran dua hanya untuk rematch atau tanding ulang karena calonnya ada dua," ujarnya.
Menurutnya, perdebatan mengenai aturan konstitusi dan UU Pilpres saat ini merupakan antitesis dari amandemen UUD dan pembentukan UU Pilpres. Undang-undang mengasumsikan pilpres diikuti lebih dari dua pasangan calon dan tidak mengatur secara detail jika pemilu hanya diikuti dua pasangan saja, seperti Pilpres 2014.
Karena itu, Sudiyatmiko melanjutkan, kubu Jokowi-JK memandang jalur konsultasi ke MK harus ditempuh KPU. Sehingga, legitimasi hasil pilpres bisa diterima oleh semua pihak.
Sementara kubu pasangan capres nomor urut satu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, menyatakan setuju dengan langkah yang diambil KPU menjadikan konstitusi sebagai landasan utama penentuan presiden dan wakil presiden terpilih. "Kalau memang tidak ada jalan untuk mengubah atau menafsirkan UU, supaya tidak bias menurut kami penentuannya sesuai konstitusi," kata petugas penghubung tim Prabowo-Hatta dengan KPU Hakim Kamarudin.
rep:ira sasmita/erdy nasrul ed: fitriyan zamzami