Oleh Guntur Cahyo Utomo
Pelatih Mental Tim Nasional U-19
Selain fisik, para pemain dituntut mengerahkan energinya untuk aktivitas otak yang kontinu selama lebih dari 90 menit. Sepak bola menuntuk aktivitas otak yang luar biasa intensif selama pemain menjalani pertandingan.
Pertandingan-pertandingan yang superketat seperti yang kita lihat dalam Piala Dunia tentu saja menuntut pemain untuk tetap konsentrasi penuh selama jalannya permainan. Sekali lengah, maka gawang berada dalam ancaman. Pada babak 16 besar, terlihat sekali pertandingan berjalan jauh lebih ketat dari sebelumnya. Beberapa laga harus diakhiri dengan perpanjangan waktu hingga duel adu penalti.
Selama 90 menit pertandingan, para pemain bertemu dengan masalah yang konstan. Permasalahan tersebut harus diselesaikan dengan sangat cepat dengan akurasi yang sangat tinggi. Persoalan-persoalan dalam permainan adalah saat lawan menekan, posisi bola, kemampuan lawan menguasai bola, penjaga gawang yang hebat, posisi teman, dan persoalan-persoalan teknis lainnya. Para pemain harus merespons situasi yang muncul di lapangan tersebut dengan segera dan sebaik-baiknya.
Kemampuan berpikir yang harus dilakukan oleh para pemain harus benar-benar prima. Penelitian dari Vestberg, dkk yang dipublikasi tahun 2012 menunjukkan bahwa para pemain sepak bola dituntut untuk terus-menerus menggunakan kemampuan kognitifnya atau kemampuan berpikirnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dalam penelitian tersebut terungkap bahwa pemain-pemain yang sukses menapaki sepak bola top level adalah pemain-pemain yang secara kognitif cerdas.
Salah satu indikator yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah kemampuan bagian otak yang disebut prefrontal cortex. Bagian otak ini terlibat dalam perencanaan perilaku kognitif yang kompleks, ekspresi kepribadian, pengambilan keputusan, dan perilaku sosial yang benar.
Di dalam penelitian tersebut terlihat bahwa pemain yang bermain di liga level tertinggi mempunyai kemampuan kognitif yang lebih baik ketimbang pemain-pemain yang bermain di liga level yang lebih rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kompetisi dari liga yang lebih tinggi lebih berat ketimbang liga yang lebih rendah. Tingkat kompetisi akan memengaruhi tekanan dan masalah yang muncul dalam permainan yang harus diselesaikan oleh para pemain.
Kecerdasan pemain memang harus disesuaikan dengan kecerdasan permainan (game intelligence). Mencari ruang kosong, passing akurat, shooting dalam celah sempit, membaca permainan, mengambil risiko sembari melihat peluang besar, hingga menganalisis dengan cepat potensi bahaya yang muncul adalah beberapa bentuk kecerdasan permainan. Tentu saja pemain yang cerdaslah yang akan mampu unggul dibanding lawan. Semua elemen tersebut tersaji dalam tekanan yang konstan sepanjang pertandingan.
Tingkat tekanan pun akan semakin tinggi jika menjalani pertandingan yang semakin penting juga. Oleh karena itu, dalam penelitian tersebut terbukti bahwa pemain yang bermain di level yang lebih tinggi mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih baik.
Kecerdasan juga akan mendasari penerapan taktikal yang mulus sesuai dengan instruksi pelatih. Pemain-pemain dengan kapasitas kognitif lebih baik akan lebih mudah menerima gambaran dan ide yang digariskan oleh pelatih. Tidak mengherankan jika kemudian para pemain top tersebut begitu lentur menerapkan strategi dan taktik yang sewaktu-waktu diubah oleh pelatihnya. Itu karena mereka benar-benar sudah memahami logika taktikal, baik yang dasar maupun lebih tinggi lagi.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah pemain-pemain yang bermain di level Piala Dunia mempunyai kecerdasan yang superior? Secara asumtif, tentu saja jawabannya adalah pasti. Tekanan dalam Piala Dunia yang begitu tinggi ditambah dengan ekspektasi dari berbagai elemen masyarakat di belakangnya yang sedemikian membuat pertandingan-pertandingan dalam Piala Dunia harus dilakukan dengan cara yang hebat. Cara yang hebat pasti akan memunculkan proses kognitif yang juga jauh lebih berat lagi.
Mencermati beberapa pertandingan di babak 16 besar atau babak 8 besar Piala Dunia 2014 ini, semakin tampak jelas bahwa orang-orang yang bertanding di pertandingan tersebut merupakan manusia-manusia cerdas yang sangat tangguh. Beberapa tim harus bertanding hingga perpanjangan waktu dengan tempo permainan yang begitu tinggi. Tempo yang sangat tinggi dengan imbangan kekuatan yang setara memunculkan permasalahan yang luar biasa konstan di kepala mereka.
Kita yang menyaksikan tampak begitu asyik melihat bagaimana mereka mengambil keputusan dengan tepat dalam tekanan yang begitu hebat di lapangan. Melihat Messi bisa tetap beraksi dalam impitan beberapa pemain lawan atau Arjen Robben mampu secara kontinu mencari celah membongkar pertahanan lawan yang begitu kokoh, hingga seorang tim Howard yang harus begitu rupa mengadang serangan lawan yang bertubi-tubi datang kepadanya.
Bukan hanya kemampuan atletis atau teknik dasar sepak bola yang mereka miliki. Mereka mampu mengolah data yang ada di depan mata dengan sangat cepat, analisis akurat, dan pengambilan keputusan yang sempurna membuat kita terus-menerus berdecak kagum. Permainan apik bukanlah sekedar adu teknik, tetapi juga bagaimana seorang pemain mampu mengambil keputusan dengan benar saat menguasai bola maupun saat tidak menguasai bola.