Kamis 19 Jun 2014 12:00 WIB

Program Nasional

Red:

Terkait dengan desentralisasi dan otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia sejak Reformasi, pihak Kementerian Sosial (Kemensos) menyatakan tak punya hak menginstruksikan penutupan lokalisasi di seantero Indonesia. Kendati demikian, Direktur Rehabilitasi Sosial Kemensos Soni W Manalu menegaskan, kementeriannya mendukung penuh rencana penutupan lokalisasi dan akan memfasilitasi rehabilitasi.

Ia menegaskan, instansinya akan mendukung setiap upaya pemda yang memiliki iktikad baik ke arah itu. Salah satunya adalah dengan menyiapkan dana dan program rehabilitasi bagi para pekerja seks komersial (PSK) yang menggantungkan nafkahnya di tempat-tempat prostitusi tersebut. "Program rehabilitasi ini banyak sekali bentuknya. Di antaranya adalah memberikan bimbingan sosial dan keterampilan bagi para mantan PSK," kata Soni.

Untuk bisa menerima program bantuan rehabilitasi dari Kemensos, kata Soni, ada beberapa prosedur yang mesti dilalui. Pertama, pemda yang bersangkutan mesti membuat usulan terlebih dulu kepada instansinya terkait kesiapan untuk menutup lokalisasi. Selanjutnya, proposal tersebut akan diverifikasi oleh Kemensos. "Setelah terverifikasi, barulah dana dan programnya kami kucurkan. Jadi, kami cukup selektif juga di sini," ujarnya.

Di pihak lain, Ketua Yayasan Bandung Wangi Endang Supriyati menilai penutupan lokalisasi untuk menghilangkan prostitusi tidak akan menyelesaikan masalah karena praktik pelacuran bisa dilakukan di lokasi manapun. "Lokalisasi ditutup, prostitusi bisa pindah di manapun. Justru perlunya dilokalisasi adalah supaya mereka tidak 'berjualan' di sembarang lokasi," kata dia. Yayasan Bandung Wangi adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang aktif melakukan pendampingan terhadap para pekerja seks di Jakarta.

Endang mengatakan, dengan dilokalisasi, justru prostitusi bisa dipantau, termasuk dalam hal pencegahan penyebaran virus HIV/AIDS yang kerap berawal dari praktik pelacuran. Menurut Endang, para pelaku prostitusi yang rentan terkena HIV/AIDS tidak akan bisa dipantau karena tidak diketahui di mana dia ‘berpraktik’ apabila lokalisasi ditutup.

"Penutupan lokalisasi bukan suatu solusi untuk menghilangkan prostitusi. Para pekerja seks yang ada di lokalisasi tidak bisa dipaksa keluar dari lingkungan kerja hanya dengan penutupan lokalisasi. Mereka bisa keluar hanya dengan kemauan sendiri," tuturnya. Endang mengatakan, bahkan dengan kemauan sendiri pun masih banyak mantan pekerja seks yang akhirnya kembali ke dunia prostitusi.

Ia kemudian mengambil contoh dari salah satu mantan pekerja seks yang pernah didampingi Yayasan Bandung Wangi. "Dia sempat keluar dari prostitusi karena dinikahi salah seorang pelanggannya. Setelah suaminya berselingkuh, dia kecewa, lalu kembali ke dunia prostitusi. Untuk keluar dari dunia prostitusi harus dengan keinginan sendiri dan niat yang kuat," ujar Endang. rep:ahmad islamy jamil/antara ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement