JAKARTA — Pemilihan umum kepala daerah (pilkada) langsung dinilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mempunyai hubungan dengan perilaku korupsi. Justru sebaliknya, lembaga antirasuah ini menilai, pilkada dengan mekanisme pemilihan di DPRD akan menciptakan kongkalikong yang lebih besar antara pemerintahan dan parlemen.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, jika mengambil perilaku korupsi sebagai tolok ukur disahkannya regulasi pilkada langsung atau tak langsung, menurutnya, statistik perilaku korupsi dari produk pilkada langsung tak signifikan.
Bambang menerangkan, statistik korupsi sepanjang 2004-2012 memang terjadi sebanyak 290 kasus korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah. Bambang mengacu pencatatan kasus yang dihimpun oleh Dirjen Otonomi Daerah di Kementerian Dalam Negeri.
Selain itu, KPK sendiri menangani 52 kasus korupsi kepala daerah sepanjang 2004-2014. Ia mengungkapkan, korupsi yang disidik KPK tak terkait dengan proses pilkada itu sendiri. "Sebanyak 81 persen korupsi kepala daerah yang disidik KPK berupa penyalahgunaan kewenangan dan jabatan," kata Bambang melalui pesan singkatnya kepada Republika, Kamis (25/9).
Sebanyak 13 persen lainnya, Bambang mengatakan, berkaitan dengan tindak penyuapan. Sisanya, korupsi dalam bentuk penyuapan dan pemerasan oleh dan kepada kepala daerah. Tapi, ia mengungkapkan, temuan tindak pidana khusus itu justru terjadi pascaproses pilkada berlangsung. "Jadi, tidak berkaitan dengan pilkada langsung," ujarnya.
Bambang menyimpulkan bahwa proses pilkada langsung tak bisa diubah dengan menjadikan perilaku korupsi sebagai landasan pikir disahkannya aturan tentang pilkada tak langsung.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan kualitas pilkada secara langsung menunjukkan pengaruh signifikan terhadap korupsi kepala daerah. Pernyataan tersebut disampaikan saat sidang promosi Doktor Ilmu Pemerintahan yang diikuti Gamawan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jumat (19/9).
Dari disertasinya yang berjudul "Pengaruh Pemilihan Kepala Daerah Langsung terhadap Korupsi Kepala Daerah di Indonesia", Gamawan meneliti hubungan antara proses dan kualitas pelaksanaan pilkada langsung. Hasil penelitiannya menunjukkan, kualitas dan proses pilkada langsung bersama-sama memiliki pengaruh besar terhadap korupsi kepala daerah.
"Semakin rendah kualitas dan semakin buruk proses pelaksanaan pilkada langsung, semakin tinggi korupsi kepala daerah," kata Gamawan.
Mantan gubernur Sumatra Barat itu menjelaskan, sejak tahun 2005 hingga Desember 2013 terdapat 319 kepala daerah yang tersangkut masalah hukum. Sebanyak 283 di antaranya tersandung kasus korupsi yang terdiri atas 243 kepala daerah berstatus tersangka dan 76 masih dalam pemeriksaan.
Kepala daerah yang tersandung kasus korupsi tersebut sebanyak 156 orang merupakan hasil pilkada langsung. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian, yakni kepala daerah yang dipilih secara langsung sejak 2005. Dari 528 kepala daerah, Gamawan mengambil sampel sebanyak 85 daerah yang tersebar di lima provinsi, 65 kabupaten, dan 15 kota. Hasilnya, besar pengaruh pemilihan langsung secara simultan terhadap korupsi kepala daerah sebanyak 80,5 persen. bambang noroyono/ira sasmita ed: muhammad hafil