REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Munculnya pasal kretek dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan dinilai mengejutkan. Beberapa fraksi menyatakan tidak melihat pasal tersebut dalam pandangan mini fraksi yang dibacakan saat akan harmonisasi.
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR akan menyelidiki adanya penyelundupan pasal kretek dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan. Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, MKD menganggap persoalan pasal kretek sudah membuat masyarakat resah.
Dasco mengatakan, pasal kretek sudah menjadi perhatian masyarakat dan memunculkan polemik. Pasal ini jelas melibatkan anggota DPR. MKD pun akan menyelidiki apakah ada pelanggaran yang terjadi dari adanya pasal kretek di RUU Kebudayaan.
"MKD akan melakukan penyelidikan, dalam waktu singkat, kalau ada pelanggaran akan kita tetapkan perkara tanpa pengaduan," kata Dasco kepada Republika, Senin (28/9).
Politikus Gerindra ini menambahkan, tidak satu suaranya anggota Baleg terhadap pasal tersebut patut dipertanyakan. Beberapa fraksi yang diklaim sudah menyetujui keberadaan pasal itu, juga membantah telah menyetujui pasal kretek masuk di RUU Kebudayaan.
Menurutnya, ada dugaan pelanggaran etika dari oknum anggota yang sengaja memasukkan pasal kretek. Ancaman sanksi tergantung pada jenis pelanggaran yang akan dibuktikan."Sedang hukumannya dipindah dari komisi, pelanggaran hukum atau melanggar UU bisa berat, diberhentikan secara permanen atau sementara," katanya.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi Gerindra, Martin Hutabarat, pun mengungkapkan, fraksinya akan menyelidiki siapa yang bertanggung jawab atas usulan tersebut. "Kita akan selidiki itu, siapa yang mengusulkan dan kapan diusulkan. Dalam rancangan yang diajukan ke Baleg, itu tidak ada," ujarnya, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (28/9).
Menurut dia, Gerindra tidak memberi tanggapan apa pun terkait hasil harmonisasi RUU Kebudayaan. Setelah disahkan oleh Baleg, ternyata pasal itu muncul. Publik pun cenderung merespons negatif akibat pasal yang menyebutkan bahwa kretek dianggap warisan budaya. "Saya lihat sebelum disetujui dalam panja (panitia kerja) pasal itu tidak ada," kata Martin.
Draf RUU Kebudayaan sudah disahkan di Baleg pada dua pekan lalu. Draf ini merupakan usulan dari Komisi X DPR. Sebelumnya, poin soal benda-benda warisan budaya muncul pada pasal 36. Setelah harmonisasi, benda warisan budaya kemudian berubah menjadi pasal 37. Di sini muncul kretek sebagai warisan budaya.
Pasal 49 kemudian menjelaskan bahwa penghargaan, pengakuan, dan/atau pelindungan Sejarah dan Warisan Budaya melalui kretek tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf l diwujudkan dengan beberapa hal, di antaranya festival kretek tradisional, sosialisasi, publikasi, dan promosi kretek, hingga perlindungan kretek.
Anggota Baleg dari FPKS Tifatul Sembiring curiga pasal kretek dimasukkan untuk mengakomodasi kepentingan industri rokok. Bisnis di bidang rokok, menurut Tifatul, menjadi bisnis yang bernilai triliunan rupiah. Menurut dia, sangat memungkinkan ada peran industri dalam munculnya pasal kretek ini.
Dia pun menolak jika PKS dianggap setuju adanya pasal kretek dalam draf RUU tersebut meski pimpinan Baleg sudah mengklaim bahwa 10 fraksi tidak keberatan soal pasal tersebut dalam harmonisasi di Baleg.
Sementara itu, anggota Komisi X, Khrisna Mukti, mengatakan, poin kretek pada pasal 37 RUU Kebudayaan sudah menimbulkan keresahan masyarakat. Oleh karena itu, pasal ini akan kembali dibahas oleh Baleg. "Besok mau dibahas lagi melalui Baleg. Kan lagi ribut soal pertembakauan, kalau kita lihat ini kan bagian dari industri budaya," katanya, kemarin.
Anggota Baleg dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menyanggahnya. Dia menegaskan, draf RUU Kebudayaan tidak bisa dikembalikan lagi ke Baleg. Menurut dia, proses harmonisasi draf RUU di Baleg sudah selesai. "Tidak bisalah. Kan sudah diputuskan di Baleg, selanjutnya dibawa ke paripurna," ujarnya.
Hendrawan menambahkan, proses yang harus dilalui draf RUU Kebudayaan memang harus dibawa ke Badan Musyawarah (Bamus) sebelum dibawa ke paripurna. Bamus pun hanya mencarikan jadwal untuk paripurna, bukan menyatakan draf RUU layak atau tidak untuk diajukan di paripurna.
Terlebih, RUU Kebudayaan sudah melewati proses harmonisasi di Baleg. Proses harmonisasi ini sudah melewati pandangan mini seluruh fraksi di DPR. Tidak ada penolakan terhadap pasal kretek sebagai warisan budaya bangsa Indonesia. "Terkait pandangan umum fraksi, baru akan disampaikan saat paripurna nanti," imbuhnya.
Menurut dia, masuknya pasal kretek dalam RUU Kebudayaan dimaksudkan untuk melindungi produk tembakau lokal dari serbuan tembakau impor. Saat ini kuantitas tembakau impor lebih besar dibanding tembakau lokal. Padahal, Indonesia memiliki sejarah bagus soal tembakau. rep: Agus Raharjo ed: A Syalaby Ichsan
RUU Kebudayaan Sebelum Harmonisasi
Pasal 36 Penghargaan, pengakuan, dan/atau perlindungan Sejarah dan Warisan Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 meliputi:
a. bahasa dan aksara daerah;
b. tradisi lisan;
c. kepercayaan lokal;
d. sejarah;
e. arsip, naskah kuno, dan prasasti;
f. cagar budaya;
g. upacara tradisional;
h. kesenian tradisional;
i. kuliner tradisional;
j. obat-obatan dan pengobatan tradisional; dan
k. busana tradisional.
RUU Kebudayaan Setelah Harmonisasi
Pasal 37 Penghargaan, pengakuan, dan/atau pelindungan Sejarah dan Warisan Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 meliputi:
a.bahasa dan aksara daerah;
b. tradisi lisan;
c. kepercayaan lokal;
d. sejarah;
e. arsip, naskah kuno, dan prasasti;
f. cagar budaya;
g. upacara tradisional;
h. kesenian tradisional;
i. kuliner tradisional;
j. obat-obatan dan pengobatan tradisional;
k. busana tradisional;
l. kretek tradisional;
m. olahraga tradisional; dan