JAKARTA -- Sejumlah pimpinan dan tokoh organisasi keagamaan meminta kedua capres-cawapres menahan diri. Kedua pasangan juga diminta menunggu hasil resmi penghitungan suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ketua PBNU Slamet Effendi Yusuf mengatakan, kedua capres-cawapres dan seluruh rakyat Indonesia hendaknya menunggu ketentuan formal sesuai undang-undang bahwa hasil pemilu ditentukan berdasarkan penghitungan KPU. "Dalam menunggu harus diliputi semangat kebangsaan, tidak menonjolkan keinginan yang bisa mendorong hal negatif, serta menjaga persatuan dan kesatuan," kata Slamet saat jumpa pers bersama tokoh lintas agama di gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (10/7).
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj mengatakan, kedua pasangan harus menahan diri untuk mendeklarasikan kemenangan berdasarkan data hasil hitung cepat. "Saya khawatir, kalau sudah ada capres yang mendeklarasikan diri menang, ternyata kalah pada 22 Juli nanti, ini bisa menimbulkan konflik di tingkat bawah, berbahaya," kata Said.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta pasangan capres-cawapres memberikan bukti atas komitmen siap menang dan siap kalah. Apa pun hasil akhir penghitungan KPU nanti harus diterima dengan lapang dada.
Menurut Din, hal terpenting saat ini adalah mengawal proses rekapitulasi di semua tingkat penghitungan suara. "Harus betul-betul dilakukan dengan proses jujur, transparan, dan tanpa intervensi," katanya.
Din pun mengingatkan, KPU agar melakukan penghitungan suara secara profesional. Ketidakjujuran penyelenggara pemilu sama saja membuka peluang bagi konflik di tubuh bangsa Indonesia.
Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Andreas Yewangoe juga mengimbau kepada media massa, baik cetak maupun elektronik, lembaga survei, dan pengguna media sosial agar tidak memperkeruh suasana proses penghitungan suara. Media harus menciptakan situasi kondusif dengan mengedepankan peran dan fungsi media sebagai sarana pendidikan, pencerdasan, persatuan bangsa, dan transisi pemerintahan yang demokratis, aman, dan damai.
Perwakilan tokoh Katolik Frans Magnis Suseno mengatakan, hal paling penting setelah penyaluran hak pilih dalam pilpres adalah membangun sikap demokrasi. Dalam kampanye, kata Frans, masyarakat terpisah karena mendukung kandidat berbeda. "Tapi, jangan sampai terpisah terus. Kita bisa membangun masa depan yang lebih baik dan menunggu hasil pilpres dari KPU," ujar Frans.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, menambahkan, kedua pihak yang bersaing dalam Pilpres 2014 tetap bisa memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara, baik hasil akhirnya menang ataupun kalah.
Siapa pun yang menang, tidak boleh merasa memiliki kekuasaan layaknya seorang diktator. "Pemilu bukanlah sekali untuk selamanya. Ini adalah proses lima tahunan. Menang atau kalah tetap bisa memberikan kontribusi kepada negara dan rakyat," kata Firman. rep:irfan fitrat/dyah ratna meta novia/andi mohammad ikhbal/c87/antara ed: eh ismail