Selasa 22 Mar 2016 17:00 WIB

Presiden Diminta Turun Tangan

Red:

JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai tindakan aparat Cina di perairan Natuna bukan lagi soal pencurian ikan belaka. Menurut Fahri, tindakan Cina juga mengandung aspek persoalan politik kawasan, terutama mengingat Cina sempat memasukkan wilayah perairan Natuna dan Laut Cina Selatan dalam proyeksi menghidupkan kembali Jalur Sutra di abad 21.

Untuk itu, Fahri berharap Presiden Joko Widodo turun tangan langsung dalam penanganan masalah tersebut. ''Jadi pemerintah jangan anggap remeh ini dan menyerahkan kepada Ibu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti—Red). Ini ada persoalan politik regional di dalamnya, ada persoalan militer di dalamnya,'' ujar Fahri saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (21/3).

Fahri menjelaskan, intervensi pihak otoritas Cina itu dapat menjadi sinyal dari Cina terkait upaya mereka mengincar wilayah Natuna sebagai bagian dari proyek poros maritim mereka. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mewanti-wanti, Indonesia akan kehilangan salah satu cadangan sumber daya yang penting jika Natuna lepas.

Lebih lanjut Fahri menjelaskan, Indonesia tidak bisa lagi hanya menjadi penonton terkait di sengketa wilayah di Laut Cina Selatan dan perubahan konstelasi politik di kawasan. Belum lagi, ujar Fahri, saat ini Amerika Serikat tengah berupaya untuk masuk dan menanamkan pengaruhnya di sekitar kawasan Pasifik.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana juga meminta pemerintah tegas menyikapi insiden di kawasan perairan Natuna. Hikmahanto mengatakan, alasan Pemerintah Cina bahwa kapal berbendera China tersebut melakukan penangkapan ikan di traditional fishing ground tidak dapat dibenarkan. Ia mengatakan, Konvensi Hukum Laut PBB yang Indonesia dan Cina juga merupakan pesertanya tidak mengenal konsep tersebut.

Menurut dia, insiden itu sudah tentu akan memengaruhi hubungan yang sudah terjalin dengan baik antarkedua negara. "Bukannya tidak mungkin Pemerintah Indonesia menarik diri sebagai mediator yang jujur atas sengketa laut di Laut Cina Selatan. Bahkan, Pemerintah Indonesia dapat melakukan evaluasi atas kerja sama ekonomi kedua negara termasuk soal pembangunan infrastruktur dan dana pinjaman untuk itu," kata dia.

Keamanan Laut

Sebanyak 17 negara menghadiri pertemuan membahas keamanan maritim di Semarang, Jawa Tengah, kemarin. Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Laksda Arie Soedewo mengatakan, kejahatan maritim sekarang ini tidak hanya sebatas penangkapan ikan ilegal, tetapi juga perompakan, penyelundupan, serta masih banyak jenis kejahatan lainnya, seperti perampokan bersenjata di laut yang kembali marak.

Dibutuhkan kerja sama antarnegara agar penanganan persoalan keamanan laut dapat ditangani bersama- sama. "Tujuannya untuk bersama-sama menjaga dan mengamankan sumber daya kelautan di wilayah regional Asia dan Australia terkait dengan berbagai isu terkini soal keamanan laut," tegasnya.

Komandan Komando Perbatasan Laut Australia Admiral Peter Laver menambahkan, MSDE yang diikuti para delegasi dari 17 negara ini bernilai strategis dalam menjawab tantangan keamanan laut regional. "Forum MSDE ini juga menjadi salah satu wujud solidaritas negara-negara kawasan untuk bersama-sama menjaga keamanan dari Laut Cina Selatan hingga Samudra Hindia," tegasnya.       

Ke-17 negara yang berpartisipasi dalam forum MSDE kali ini meliputi Indonesia, Australia, Srilanka, Republik Rakyat Cina, Hong Kong, Maladewa, Korea Selatan, Pakistan, Myanmar, Kamboja, Malaysia, Filipina, PNG, Bangladesh, Thailand, India, dan Singapura.   rep: Reja Irfa Widodo, Bowo Pribadi/antara, ed: Fitriyan Zamzami 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement