Oleh Endro Yuwanto
Twitter: @endroeye
e-mail: [email protected]
Miguel Nehme Neto (56 tahun) seorang warga Diadema, Sao Paulo, Brasil, bisa menjadi salah satu anomali selama beberapa pekan saya menetap di Brasil untuk meliput Piala Dunia 2014. Meski mengaku tetap menjagokan negaranya, sejak awal Miguel tak terlalu yakin tim nasional Brasil akan menjadi juara.
"Terlalu banyak tekanan pada tim nasional Brasil untuk meraih juara dunia kali keenam. Tim ini juga terlalu mengandalkan Neymar seorang,'' kata Miguel saat berbincang dengan saya di depan layar kaca di kediamannya. Kala itu, kami sedang menyaksikan siaran langsung pertandingan Brasil kontra Meksiko di Grup A di Estadio Castelao, Fortaleza, sekitar 2.000 km dari Sao Paulo.
Dalam pertandingan kontra Meksiko itu, Brasil hanya mampu bermain imbang tanpa gol. Raut kesal terlihat jelas di wajah Miguel. Ia kecewa, Brasil terlalu banyak membuang peluang emas.
Pria yang sehari-hari bekerja di pabrik pembuatan kunci itu mengomel dan mempertanyakan keputusan pelatih Luiz Felipe Scolari yang memanggil sejumlah pemain kurang berkualitas. Kurang memiliki sentuhan Jogo Bonito, kata dia lagi. Ia pun menyayangkan pemain- pemain kawakan seperti Ronaldinho, Robinho, Pato, Coutinho, Kaka, dan Lucas Moura yang tak dipanggil Scolari untuk memperkuat Selecao.
Di kemudian hari, keluhan dan kekhawatiran Miguel terbukti. Pada babak semifinal, Neymar tak bisa ditampilkan karena mengalami cedera tulang punggung dari laga sebelumnya. Tak hanya itu, sang kapten sekaligus bek tangguh Thiago Silva juga tak bisa tampil lantaran akumulasi kartu kuning.Brasil pun mati kutu saat menghadapi Jerman yang tampil stabil laksana mesin.
Brasil harus rela digilas 1-7 oleh skuat Panser. Final yang diidam-idamkan sebagian besar warga Brasil pun pupus.
Sebelum Piala Dunia 2014 digelar, sebenarnya banyak yang mendambakan Brasil berjumpa Argentina di partai puncak. Banyak yang ingin menyaksikan dua bintang Barcelona, Neymar dan Lionel Messi--dari Argentina--bertarung di laga penghabisan di Stadion Maracana, Rio de Janeiro.
Sayang, final klasik sesama tim Amerika Latin itu gagal terwujud. Brasil tak bisa lagi mengejar trofi keenamnya.Jerman menjadi pengganti Brasil untuk meladeni Argentina.
Kegagalan Belanda menembus final setelah takluk lewat adu penalti kontra Argentina di semifinal juga memastikan tak akan ada juara baru dalam perhelatan Piala Dunia kali ini. Saya jadi ingat prediksi asal-asalan saya yang dimuat di rubrik "Titik Putih" Rekor edisi 7 Juni lalu. Saat itu, saya memperkirakan tak akan muncul juara baru karena lagu tema Piala Dunia 2014 kurang hitsalias tak laku.
Sejak lagu tema Piala Dunia diperkenalkan pada 1966, hanya ada dua lagu yang begitu laku, yakni "Cup of Life (La Copa de La Vida)" yang dinyanyikan Ricky Martin pada 1998 dan "Waka waka (This Time for Afrika)" yang dilantunkan Shakira pada 2010. Pada 1998 dan 2010, juara baru lahir, yakni Prancis dan Spanyol.
Kini, di Piala Dunia 2014, lagu tema "We Are One (Ole Ola)" yang dinyanyikan Pitbull dan Jennifer Lopez tak terlalu laku di pasaran. Dan, prediksi "asal-asalan"saya terbukti, tak akan ada juara baru di Brasil. Ini lantaran dua tim yang tampil di final, Argentina dan Jerman, sama-sama pernah menjadi juara dunia. Argentina menjadi juara pada 1978 dan 1986, sedangkan Jerman juara pada 1954, 1974, dan 1990.
Ambisi Argentina dan Jerman tentu sama, menjadi yang nomor satu dan menambah koleksi gelar juara Piala Dunia. Tapi, dalam sepak bola modern seperti saat ini, sudah tak ada lagi juara bersama. Hanya ada satu tim yang akan menggenggam trofi tanda kemenangan.
Semuanya cukup ditentukan di atas lapangan, bukan dalam hitung-hitungan kertas. Dan, kepastian pemenang Piala Dunia 2014 akan bisa disaksikan di atas rumput nan hijau di Stadion Maracana beberapa jam lagi.