oleh:hiru muhammad -- Pemimpin pemerintahan selama ini belum ada yang mampu memberikan jaminan kepastian akan tersedianya kebutuhan papan yang cukup bagi rakyatnya. Hal itulah yang menjadi salah satu persoalan serius yang dihadapi bisnis perumahan di Tanah Air hingga memicu terjadinya backlog atau minimnya persediaan rumah dibanding dengan kebutuhan pasar.
Terkait dengan kampanye pemilihan presiden saat ini, sejumlah pakar bidang perumahan mencoba untuk mengetahui visi para kandidat presiden dan wakilnya dalam sebuah diskusi, pekan lalu.
Bahkan, ketua Kompartemen Perumahan Kadin Teguh Satrio menilai tidak ada hukum yang pasti atau menjamin masalah kepemilikan lahan tidak digugat suatu saat kelak. Meski, telah menguasai lahan hingga puluhan tahun. "Tidak ada jaminan tidak diganggu gugat," katanya.
Wakil Ketua Umum REI Ignes Kemalawarta juga menilai pembangunan rumah masih mengandalkan pembiayaan bank, belum ada dana murah dan berjangka yang bisa dimanfaatkan masyarakat luas bagi perumahan. Di sisi lain juga belum ada political will dari pemerintah untuk memanfaatkan tanah milik BUMN bagi perumahan rakyat. "Yang harus dilakukan capres dan wapres, perlu ada subsidi berkelanjutan bagi perumahan rakyat dan kepastian hukum," katanya.
Perhatikan supply set
Direktur Utama Perumnas Himawan Arif Sugoto menilai, dalam mengatasi masalah perumahan, perlu ada skema perumahan yang jelas. Terutama, terkait dengan perizinan, tanah (land banking), bahan bangunan, dan ketersediaan dana murah bagi masyarakat yang disebutnya sebagai supply set. Selain itu, perlu ada intervensi pemerintah di jalur supply set tersebut sehingga dapat mengurangi backlog perumahan. Saat ini, pertumbuhan industri properti belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang membutuhkan. "Perlu ada political will yang kuat dari pemerintah," katanya.
Industri properti tumbuh positif, pada segmen menengah ke atas, namun tidak terjadi pada menengah ke bawah. Skema subsidi melalui kredit perumahan juga tidak banyak membantu masyarakat bawah. Skema kredit yang ada tidak sesuai dengan kemampuan mereka karena industri pendukung, seperti bahan bangunan dan tanah, harganya tidak terjangkau masyarakat.
Sedangkan, tim sukses Prabowo-Hatta yang diwakilkan ekonom, Drajad Wibowo, dan anggota komisi IX Harry Azhar Azis, menilai perumahan merupakan kebutuhan primer seperti halnya sandang dan pangan. Karena itu, perlu policy yang jelas dan anggaran yang memadai, termasuk pengurusan birokrasi perizinan di BPN dan pemda. Bahkan, lembaga Kemenpora perlu diperkuat fungsinya. Termasuk, peran Perumnas untuk menyediakan rumah murah bagi mayoritas masyarakat.
Masalah perumahan merupakan bagian dari infrastruktur yang perlu dibenahi. Prabowo-Hatta telah menyiapkan anggaran Rp 1.400 triliun bagi perbaikan infrastruktur selama lima tahun ke depan. Penyediaan landend house perlu dikurangi dan didorong penyediaan lahan bagi perumahan vertikal, khususnya di wilayah perkotaan.
Perkuat BTN
Karena itu, pihaknya juga mendukung penguatan peran BTN sebagai bank khusus yang menyediakan kredit perumahan bagi masyarakat luas. Pihaknya menolak rencana akuisisi BUMN tersebut oleh Bank Mandiri. "BTN adalah bank khusus dengan target yang terkendali," katanya.
Hal serupa juga disampaikan tim sukses Joko Widodo-Jusuf Kalla yang diwakilkan pakar properti Enggartiarso Lukito dan Setyo Maharso yang menduga ada motivasi profit di balik rencana akuisisi BTN. Menurutnya, tiap bank memiliki ciri khas tersendiri sehingga tidak perlu mengambil bank lain. Apalagi, rencana tersebut dilakukan berdekatan dengan pilpres.
Menurut Enggar, pemerintah telah mengabaikan kebutuhan perumahan masyarakat rendah. Namun, adanya perumahan deret yang digagas Joko Widodo merupakan salah satu solusi kepedulian bagi masyarakat kecil. "Di sini negara harus hadir, demand dan supply harus seimbang," katanya.
Enggar juga menyorot aturan pemerintah yang dinilianya tumpang tindih yang menyulitkan pengembang dan masyarakat luas dalam masalah perumahan. Karena itu, sudah saatnya perlu dipertimbangkan sistem pelayanan satu atap terkait perumahan, termasuk perizinan, sehingga bisa menghemat waktu dan biaya.
Namun, Ketua Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menilai kapasitas tim sukses Prabowo-Hatta masih kalah dibanding dengan Joko Widodo-Jusuf Kalla. "Pemahaman mereka seolah properti masih anak tiri, masalah perumahan digampangkan," katanya.
Ali beranggapan duet Drajad dan Harry memandang masalah properti hanya terkait infrastuktur. Padahal, di dalamnya banyak masalah penting yang harus diatasi, seperti masalah harga tanah yang tak terkendali, perizinan, bahan bangunan, dan sebagainya.