Jumat 25 Jul 2014 14:00 WIB

Dukun Sakti Versus Peramal Jalanan

Red:

Oleh: Harun Husein -- Silang sengkarut hasil hitung cepat (quick count) akhirnya berakhir setelah Komisi Pe milihan Umum (KPU) meng umumkan hasil penghitung an suara secara manual. Ma sya rakat pun kemudian bisa melihat lem baga mana yang benarbenar meru pakan dukun politik nan sakti, dan lem baga mana yang hanya kelas peramal jalanan.

Dari 12 lembaga penyelenggara hitung cepat, ada enam lembaga yang mem pre diksi hasil pilpres secara akurat. Sebab, se lisih hasil pilpres yang diumumkan KPU dengan hasil hitung cepat keenam lembaga ini masih berada dalam ambang kesalahan (margin of error).

Dari keenam lembaga yang akurat itu, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menjadi juaranya, karena presi sinya paling mendekati hasil pemilu ak tual. Lembaga besutan Saiful Mujani, ini, hanya berselisih 0,17 poin dibanding hasil penghi tungan KPU. Tak seperti lembaga lain yang rata-rata memasang margin of error +/- 1 persen, SMRC bahkan berani memasang margin of error +/- 0,68 persen, alias paling berani bertaruh presisi.

Di belakang SMRC, lembagalembaga yang memprediksi hasil pemilu secara akurat berdasarkan presisinya adalah Indikator Politik Indonesia (IPI), Pol trac king Institute, Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Radio Republik Indonesia (RRI), dan Litbang Kompas.

Sementara itu, enam lembaga lainnya meleset. Ada yang sedikit meleset, ada pula yang melesetnya banyak, sampai-sampai margin of error, yang konon merupakan aura kewibawaan lembaga survei, jebol hingga berulang-ulang. Yang paling parah melesetnya adalah Puskaptis, yang pe nyim pangannya sampai 5,2 poin dibanding hasil pemilu aktual.

Sekadar mengingatkan, dari 12 lem baga survei itu penyelenggara hitung ce pat, delapan di antaranya memenangkan Jokowi-JK, yaitu SMRC, IPI, LSI, RRI, Lit bang Kom pas, CSIS-Cyrus, dan Populi Center. Sedangkan, empat lainnya meme nangkan Prabowo-Hatta, yaitu Ja ringan Suara Indonesia (JSI), Lem baga Survei Nasional (LSN), Indo nesia Research Center (IRC), dan Puskaptis.

Gara-gara perbedaan hasil hitung cepat ini, situasi politik di Tanah Air men jadi panas. Pasalnya, kedua pa sang capres kemudian mendekla rasi kan kemenangan nya berdasarkan ha sil hitung cepat yang mengun tung kannya. Dua pekan publik di adukaduk oleh perbedaan hasil hasil hitung cepat itu, sejak 9 Juli dan baru berakhir 22 Juli ketika KPU meng umum kan hasil penghitungan manual.

Setelah pengumuman hasil pilpres ini, Puskaptis dan IRC tampaknya akan segera almarhum. Sebab, sete lah hasil hitung cepatnya dipersoal kan banyak kalangan, termasuk asosiasi profesi tempat para pollster itu bernaung, kedua lembaga ter-se but telah menyatakan akan membubarkan diri jika prediksi lembaganya keliru.

Bukan yang pertama

Sebenarnya, perbedaan hasil hitung cepat, bukanlah baru terjadi pada Pilpres 2014 ini. Sejak Pilpres 2004 silam, kasus serupa sudah terjadi, bahkan lebih parah. Saat itu, pada pilpres putaran kedua, salah satu pasangan capres/ cawapres (Me ga-Hasyim), membuat hitung cepat sendiri dengan meng gandeng lembaga bernama Institute for Social Empowerment and Democracy (Insed) serta TVRI.

Berbekal sampel 1.264 TPS, Tim Mega-Insed-TVRI, mengumumkan hasil pilpres pada 20 September pu kul 15.00, atau dua jam setelah TPS ditutup. Hasilnya, Mega-Hasyim me nang dengan 50,07 persen, sedangkan SBY-JK kalah tipis dengan 49,93 persen.

Pada saat bersamaan, LP3ES juga mengumumkan hitung cepat, dengan hasil yang bertolak belakang. LP3ES yang mengambil sampel 1.942 TPS, menyatakan pemenang pilpres bukan Mega-Hasyim, tapi SBY-JK. Bahkan, SBY-JK menang telak dengan 60,2 persen, sedangkan Mega-Hasyim hanya meraih 39,8 persen suara.

Perbedaan hasil hitung cepat ini juga membuat suasana panas. Dan, polemik hasil quick count itu ber akhir pada 4 Okto ber, ketika KPU meng umumkan rekapi tulasi hasil penghitungan manual. KPU me nyatakan SBY-JK meraih 69.266.350 suara atau 60,62 persen. Sedangkan, Mega-Hasyim hanya meraup 44.990.704 suara, atau 39,38 persen.

Hasil penghitungan KPU berse lisih tipis dengan quick count LP3ESNDI, ya itu hanya 0,42. Sedangkan, selisih peng hi tungan Tim Mega-Insed, bahkan sampai dua digit, yaitu 10,69, atau dua kali lipat di banding kesa lahan Puskaptis dalam pilpres kali ini.

Pemantau pemilu

Akuratnya hasil hitung sejumlah lem baga di Tanah Air, kembali mem per lihat kan bahwa hitung cepat me ru pakan in stru men penting untuk mengawal hasil pemilu. Meskipun hasil hitung cepat bu kanlah hasil penghitungan suara yang res mi, namun jika hasil pemilu bertolak be la kang dengan hitung cepat yang kredibel, patut dicurigai ada permain an dalam penghitungan suara.

Di berbagai negara, hitung cepat ini berhasil mengoreksi kecurangan hasil pemilu. Seperti yang terjadi di Filipina ketika Namfrel menelanjangi kecurangan pemilu yang dilakukan rezim Marcos. Koreksi hasil peng hitungan suara yang dilakukan Nam frel ini, turut memicu bangkitnya people power untuk menum-bangkan diktator Marcos.

ACE Electoral Knowledge dalam Quick Count of Voting Result menyatakan quick count telah menjadi instrumen penga wasan pemilu. Selain telah berhasil mencegah manipulasi hasil pemilu di Filipina, ACE menyatakan quick count juga men cegah manipulasi hasil pemilu di Panama dan berbagai negara lainnya.

Di Indonesia, quick count mulai diterapkan pada Pemilu 2004 silam. Yang pertama memulainya adalah LP3ES. Tapi, berbeda dengan hitung cepat di Filipina yang merupakan penghitungan parallel hasil pemilu, hitung cepat di Indonesia menggunakan metode survei alias hanya mengambil sampel tertentu saja. Meski demikian, hasil prediksi LP3ES terhadap hasil pileg 2004 silam, hanya berselisih 0,15 dibanding hasil penghitungan manual.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement