Oleh:Nurul S Hamami -- Saat ini presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Joko wi-JK), tengah mempersiapkan kabinet yang akan membantu mereka membangun bangsa ini lima tahun ke depan. Waktu yang masih tersedia sekitar dua setengah bulan sebelum pelantikan pada 20 Oktober nanti, rasa-rasanya sudah lebih dari cukup untuk menggodok struktur kementerian serta orang-orang yang pantas duduk di dalamnya.
Sebagaimana diatur dalam UUD 1945, presiden memiliki hak prerogatif untuk membentuk kabinet. Pasal 17 ayat (1) berbunyi: presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden (ayat 2). Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (ayat 3).
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara membolehkan presiden membentuk kementerian paling banyak 34 (Pasal 15). Dalam hal terdapat beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus, presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu (Pasal 10).
Jelaslah di sini bahwa presiden memi liki kekuasaan penuh untuk menen tukan jumlah kementerian serta memilih menteri-menteri yang akan duduk di dalam kabinet kerjanya. Persoalannya, apakah Jokowi-JK mampu untuk tidak tunduk pada tekanan-tekanan koalisi partai politik pengusungnya dalam menyusun kabinet? Apakah partai-partai tersebut tidak akan menagih balas budi Jokowi-JK yang telah mengantar mereka mendapat mandat rakyat? Akankah kabinet nantinya akan diisi oleh orang-orang profesional yang cakap bekerja dan mampu memimpin?
Ditunggu rakyat
Rakyat tentu saja menunggu kabinet Jokowi-JK diisi oleh orang-orang profesional yang memiliki kapabilitas di bi dangnya masing-masing, gila kerja, jujur, berintegritas tinggi, dan prorakyat. Selain juga harus memiliki kemampuan mana je rial serta kepemimpinan yang baik. Bukan orang-orang yang gila hormat, pamer jabatan, senang hidup bermewah-mewah an, memiliki jejak rekam pernah korupsi, dan memanfaatkan jabatannya untuk menumpuk harta bagi kepentingannya sendiri ataupun golongan dan kelompoknya.
Dalam berbagai kesempatan menja wab pertanyaan wartawan, Jokowi pun selalu menegaskan kabinetnya akan berisi orang-orang profesional di bidangnya masing-masing. Kecuali itu, dia juga me nekankan menteri yang akan ditun juknya juga harus memiliki kemampuan manajerial, kepemimpinan yang baik, dan yang tak kalah pentingnya adalah sosok yang jujur dan berintegritas tinggi.
Hanya dengan menteri-menteri yang me miliki kriteria seperti telah disebutkan tadilah tumbuh harapan yang tinggi akan kebangkitan Indonesia. Indonesia yang mandiri secara politik, ekonomi, dan ber kepribadian dengan budaya nasional yang beraneka ragam. Indonesia yang be bas korupsi dengan pembangunan na sional yang ditujukan sepenuhnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Indonesia pascarezim Orde Baru masih jauh dari harapan terwujudnya masyarakat adil dan makmur sebagai mana menjadi cita-cita Proklamasi 1945. Dalam angka, memang pertumbuhan eko nomi menunjukkan perbaikan diban dingkan masa awal Reformasi 1998 ke tika bangsa ini terpuruk akibat krisis mo neter yang berkepanjangan sejak setahun sebelumnya. Namun, jumlah orang mis kin dan pengangguran masih cukup ba nyak. Rakyat belum merasakan pendidik an murah yang dapat dijangkau sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Angka korupsi para pejabat negara pun masih cukup tinggi.
Sejak awal pencapresannya, Jokowi telah sesumbar tidak akan ada transaksi politik atau bagi-bagi kursi menteri bagi partai politik yang ikut mengusung pen calonannya. Dalam safari politik untuk mencari dukungan sebagai syarat pen capresannya –PDIP yang mengusung Jokowi tak bisa mengajukan calon sendiri, Red.—berkali-kali dia mengatakan koalisi yang dibangun adalah koalisi untuk rakyat. Soal pos-pos kementerian, kata Jokowi, akan diisi oleh kalangan profesio nal yang mau bekerja keras untuk kepen tingan rakyat. Orang-orangnya bisa saja berasal dari partai maupun nonpartai.
Satu hal yang ingin dicapai oleh Jokowi, dengan tidak menjanjikan posisi apaapa bagi partai politik yang ingin ber ga bung dalam koalisi bagi pen cap resan nya, adalah pemerintahannya kelak tidak "di sandera" ataupun berada dalam te kanan par tai-partai pendukungnya itu. Ke kua saan eksekutif berikut kebijakan-ke bijak an akan berada sepenuhnya di tangan nya, tanpa harus takut dengan "ancaman" partai yang bersangkutan –bila ke inginannya tidak dipenuhi oleh Jokowi-JK.
Dengan kata lain, Jokowi sebenarnya ingin mempraktikkan sistem presidensial murni sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 hasil amendemen. Selama dua dekade memerintah hasil pemilihan langsung oleh rakyat, oleh banyak ka langan pemerintahan SBY dinilai seakan tidak leluasa menjalankan praktik pre sidensial murni.
SBY seperti tersandera oleh kepen tingan-kepentingan partai pendukungnya ketika kebijakan pemerintah dibawa ke DPR. Misalnya, saat partai anggota koa lisi pemerintahannya tidak mendukung kebijakan pemerintah, SBY tidak berani mengeluarkan partai tersebut dalam koalisi pemerintahannya. Dengan menge luarkannya, SBY agaknya khawatir kebi jakan-kebijakan pemerintah berikutnya akan dijegal di parlemen. Hal inilah yang coba dihindari oleh Jokowi dengan tidak menjanjikan apa-apa di awal penjaringannya terhadap partai yang akan men dukungnya dalam pencapresan.
Di luar PDIP yang menjadi pengusung utama pencapresannya, ada empat partai yang akhirnya memenuhi ajakan koalisi tanpa syarat yang ditawarkan Jokowi. Keempatnya yakni PKB, Partai Nasdem, Partai Hanura, dan PKPI. Satu-satunya partai yang gagal mendapatkan kursi di parlemen nasional (DPR RI) adalah PKPI pimpinan mantan gubernur DKI dua periode, Sutiyoso. Keempatnya setuju dengan Jokowi yang tidak ingin lebih dulu menjanjikan bagi-bagi kekuasaan di awal bergabungnya mereka ke koalisinya.
Jokowi punya modal kuat untuk mem bentuk kementerian dan memilih orang-orang yang tepat duduk di kemen terian tersebut tanpa direcoki oleh partaipartai anggota koalisi pendukung pen cap resannya. Setidaknya sampai saat ini keempat pucuk pimpinan partai tersebut menyerahkan sepenuhnya pembentukan kabinet ke tangan Jokowi. Kalau memang kadernya diminta untuk mengisi pos-pos kementerian, mereka siap untuk "menghibahkannya" kepada Jokowi.
"Koalisi ini tanpa syarat. Kabinet ini akan diisi orang-orang terpilih," kata Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, saat ditanya wartawan tentang kabinet yang akan dibentuk oleh Jokowi- JK. Bersama ketua-ketua umum partai koalisi pendukung pencapresan Jokowi- JK, Surya saat itu sedang bersilaturahim dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di kediamannya.
Pernyataan Surya tersebut menegaskan komitmen kuat Partai Nasdem untuk menerima tawaran koalisi tanpa syarat seperti yang telah diajukan Jokowi di awal penjajakan koalisinya. Dia yakin Jokowi akan memilih orang-orang terbaik di negeri ini untuk masuk dalam ka binet, baik dari kalangan partai pendu kungnya maupun dari nonpartai.
Jokowi tentu saja tidak akan menjadi "kacang yang lupa pada kulitnya". Meskipun di awal penawaran untuk bergabung dalam koalisinya dia tak menjanjikan bagi-bagi kursi menteri, namun pastilah dia akan memerhatikan untuk memberikan beberapa pos menteri ke pada partai-partai anggota koalisi pendukungnya. Ini tentu akan memu dahkan Jokowi-JK dalam menyusun kabinet, sekaligus ujian pertama bagi ketulusan partai-partai tersebut di dalam koalisi tanpa syarat. Jokowi-JK tak perlu ewuh pakewuh partai ini mendapat jatah sekian kursi lalu partai yang lain sekian kursi.
Tentang Jokowi-JK yang tak akan melupakan peran sekecil apa pun partaipartai anggota koalisi pendukung pencapresannya, diyakini oleh para ketua umum partai tersebut. "Pasti ada, tapi nanti," kata Ketua Umum Partai Hanura, Wi ranto. Dia tak menampik salah satu kader terbaiknya akan menjadi menteri pi lihan Jokowi-JK. Meski demikian, man tan panglima TNI ini yakin pula bah wasannya pemilihan berdasarkan kuali tas dan profesionalisme, bukan transaksional.
Bahkan, Ketua Umum PKPI Sutiyoso mengaku siap kalau memang Jokowi-JK memintanya duduk dalam jajaran kabinet. "Kalau dipercaya saya siap," kata mantan gubernur DKI yang menggagas pengadaan transportasi massal melalui lajur khusus bus (busway), Transjakarta, ini .
Keyakinan bahwasannya Jokowi-JK tak akan meninggalkan partai-partai koalisi dalam pengisian pos-pos di kabinet, juga tecermin dalam pernyataanper nyataan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Meski menyerahkan sepenuhnya kepada presiden terpilih, dia berharap pimpinan partai pendukung koalisi pencapresan Jokowi-JK ikut diajak bicara dalam penyusunan kabinet. "Saya inginnya terbuka dan terbatas," katanya.
Bagaimana dengan PDIP? Sebagai pengusung utama dan asal partai bagi Jokowi, sudah pasti partai pimpinan Me ga wati Soekarnoputri ini akan menem pati sejumlah pos kementerian. Tapi, sesuai janjinya, Jokowi akan menem patkan orang-orang profesional walapun itu dari partainya sendiri.
"Saya tidak tahu soal menteri. Dari koalisi belum akan dibicarakan. Semuanya terserah presiden dan wapres terpilih," kata Sekjen PDIP, Tjahjo Kumolo, yang juga ketua tim kampanye nasional pemenangan Jokowi-JK.
Rakyat tentu berharap para ketua umum partai pendukung koalisi pen capresan Jokowi-JK benar-benar tulus dan memegang komitmen mau bergabung dalam koalisi tanpa syarat. Biarkan Jokowi-JK menyusun kabinetnya sendiri tanpa harus diganduli keinginan pos kementerian ini-itu oleh partai-partai koalisi pendukungnya. Percayalah Jokowi-JK tak akan melupakan peran partai-partai pengusungnya.
Tantangan utama ke depan bagi Jokowi-JK adalah tetap harus memba ngun kerja sama dengan DPR. Bagai ma napun kebijakan berupa undang-undang dan APBN tetap menjadi kewenangan DPR. Secara matematis, jumlah kursi koalisi pendukung pencapresan Jokowi- JK hasil pemilu legislatif 9 April lalu masih kalah dibandingkan jumlah kursi Koalisi Merah Putih yang mendukung pencapresan Prabowo-Hatta Rajasa.
Dalam sistem presidensial multipartai yang tidak memiliki dua kekuatan besar yang berimbang, presiden memang harus melakukan kompromi-kompromi politik dengan partai-partai yang duduk di DPR. Kalaulah Jokowi-JK mampu menarik sa tu-dua partai lagi dari Koalisi Merah Putih bergabung dengan koalisinya, maka tan tangannya menjadi lebih mudah diatasi.
Kalaupun Koalisi Merah Putih tetap permanen, sebenarnya peme rin tahan Jokowi-JK tak perlu terlalu risau. Apa lagi mereka bersatu bukan karena ideo logi partai yang sama, tapi lebih karena kepen tingan sesaat untuk pencap resan. Sedangkan persoalan undang-undang dan APBN di DPR bisa lebih cair. Ter lebih bila kebijakan itu menyangkut kepentingan rakyat, Jokowi-JK tak perlu khawatir. Rakyat yang akan menjadi kekuatan mereka.