Lima belas tahun sudah Uin bergelut dengan sampah. Perempuan berusia 50 tahun itu memilih menjadi pemulung karena mengaku tidak memiliki keahlian lain.
Saban hari, dari pagi hingga petang, ia dan suaminya bersama sekitar 500 pemulung lainnya mengais rezeki pada gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir Rawa Kucing, Kecamatan Sewan, Tangerang, Banten. Sepuluh karung sampah plastik dan botol-botol bekas dikumpulkan setiap hari. Uin mengaku mampu mengantongi Rp 100 ribu dari usahanya memulung.
"Kalau awak (badan) lagi enak, bisa dapat 15 karung sehari. Kalau lagi lemes paling 10 karung," katanya saat ditemui Republika di sela-sela aktivitasnya mengumpulkan sampah, Sabtu (28/6).
Hampir dua windu menjadi pemulung, banyak cerita yang dialaminya. Ia merawikan, pernah ada rekannya menemukan uang Rp 16 juta dari dalam tas di TPA Rawa Kucing.
Pemulung lainnya, Peyang (55), mengaku bisa mengantongi ratusan ribu rupiah setiap hari dari hasil memulung. "Paling sedikit saya bisa megang Rp 100 ribu sehari, itu belum istri saya," kata pria yang menjadi pemulung sejak 1993 itu.
Bapak lima anak ini menuturkan sering menemukan sampah tidak biasa, seperti handphone atau uang, bahkan emas. Dari hasil sampah tersebut, Peyang mampu menafkahi serta membiayai kelima anaknya bersekolah. Bahkan, TPA Rawa Kucing dulu terkenal sebagai tempat pembuangan bayi ataupun mayat.
"Dulu sering di sini ditemuin bayi di dalam plastik," ucap dia. Ia mengatakan, setiap hari sampah yang masuk ke TPA Rawa Kucing seluas 34,8 hektare area mencapai 700 ton.
Pengepul sampah di TPA Rawa Kucing, Ujang (53), mengatakan, dalam satu hari, pemulung dapat menyetor hingga dua ton sampah. Ratusan ribu rupiah mampu hasil penjualan para pemulung. "Saya sudah satu tahun di sini, sehari paling tidak bisa mendapatkan Rp 700 ribu," katanya sembari menimbang sampah.
Plastik bekas dihargai Rp 700 per kilo. Sedangkan, botol bekas dihargai Rp. 1.000 per kilogram. rep:c80 ed: karta raharja ucu