Senin 09 Jan 2017 17:00 WIB

Ratusan Anak Tangga Menuju Halte Busway

Red:

 

Republika/Prayogi                   

 

 

 

 

 

 

 

 

Pembangunan jalan layang nontol (JLNT) untuk bus Transjakarta Koridor XIII saat ini sudah hampir rampung. Fasilitas penunjang berupa halte busway pun sudah terpasang di beberapa titik jalur yang menjadi penghubung rute Ciledug-Tendean tersebut. Namun demikian, proyek infrastruktur yang nyaris selesai itu mulai menuai kritik dari berbagai kalangan. Sebab, kebanyakan halte yang dibangun di sepanjang JLNT Ciledug-Tendean itu memiliki ketinggian yang tak lazim, yaitu berkisar antara 15 hingga 28 meter dari permukaan tanah.

Untuk mencapai halte-halte tersebut, para pengguna bus Transjakarta di koridor itu nantinya harus menyusuri tangga yang curam dan bertingkat-tingkat. Lebih parahnya lagi, halte-halte tersebut tidak dilengkapi fasilitas lift atau elevator untuk mempermudah akses bagi kalangan lansia, ibu hamil, dan kaum difabel.

"Setahu saya, desain halte ini memang tidak dilengkapi lift dari awal. Enggak tahu juga apa nanti bakal mau ditambah lift sama Pemprov DKI," ujar salah satu pekerja proyek JLNT Tendean-Ciledug, Dwi Kurniawan (30 tahun), yang ditemui Republika di dekat lokasi pembangunan halte busway Perempatan CSW Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, akhir pekan kemarin.

Halte busway di Perempatan CSW berada di ketinggian 28 meter dari permukaan tanah. Adapun jumlah jenjang menuju halte itu mencapai 113 anak tangga yang dibagi menjadi tiga tingkat. Fasilitas seperti itu jelas tak ramah untuk para lansia, ibu hamil, dan kaum difabel.

Dwi mengaku, hanya mengerjakan proyek sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan Pemprov DKI. Karena itu, kontraktor tidak memikirkan dampak pendirian halte setinggi melebihi 20 meter tersebut. "Saya sendiri juga bingung, bagaimana caranya para manula bisa sampai ke halte itu nanti. Tapi, saya hanya pekerja di sini, Mas," kata pria asal Semarang ini.

Pemandangan serupa juga dapat dijumpai di kawasan Mayestik Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Halte busway yang dibangun di sana memiliki ketinggian sekitar 20 meter dari permukaan tanah. Untuk mencapai halte itu, para penumpang nantinya harus menaiki jenjang curam bertingkat tiga yang terdiri dari 70 anak tangga. "Tidak ada lift di halte ini. Karena, rancangan yang diterima kontraktor dari sananya memang seperti ini (tanpa lift)," ujar pekerja proyek JLNT Ciledug-Tendean, Rojak (42) saat ditemui di kawasan Mayestik.

Pria asal Rembang Jawa Tengah tersebut mengatakan, halte busway mulai dikerjakan pihak kontraktor selepas Idul Fitri 2016. Kini, proses pengerjaan halte itu sudah 100 persen rampung. "Kalau target sebenarnya, proyek halte ini harusnya selesai 17 Januari 2017. Tapi, ini ternyata lebih cepat (rampungnya) daripada yang dijadwalkan," ucap Rojak.

Proyek konstruksi jalan layang JLNT Clidedug-Tendean sendiri mulai dilaksanakan Pemprov DKI Jakarta sejak pertengahan 2015. Menurut rencana, jalur sepanjang 9,3 km itu akan diperuntukkan khusus bus Transjakarta Koridor XIII. Berdasarkan pantauan, proses pembangunan JLNT yang memakan biaya Rp 2,4 triliun tersebut saat ini sudah rampung 90 persen.

Sejak tahun lalu, Pemprov DKI Jakarta juga mengebut pembangunan halte di sepanjang Koridor XIII. Dari 12 halte yang direncanakan, ada beberapa yang sudah selesai pengerjaannya. Di antaranya adalah halte yang berada di Perempatan CSW, Mayestik, Velbak, dan Seskoal. Selain itu, ada pula halte yang saat ini masih dalam tahap konstruksi. Seperti yang terdapat di depan ITC Cipulir, misalnya. Di lokasi itu, para pekerja masih tampak sibuk memasang tangga dan tiang-tiang yang terbuat dari besi. Sementara, bangunan haltenya sendiri belum tampak sama sekali.

Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI, Abdurrahman Suhaimi menuturkan, Pemprov DKI seharusnya mampu membuat rancangan sistem transportasi yang ramah untuk semua kalangan masyarakat. Menurut dia, setiap pembangunan infrastruktur di Ibu Kota harus melalui perencanaan yang baik dan matang, sehingga manfaatnya benar-benar bisa dirasakan oleh rakyat, termasuk kaum difabel, lansia, dan ibu hamil.

"Pembangunan di Jakarta itu berasal dari APBD yang notabene uang rakyat. Karena itu, pembangunan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan oleh rakyat, terlebih lagi bagi para lansia dan orang-orang yang berkebutuhan khusus," kata Suhaimi.

Politikus PKS tersebut menilai, kemajuan peradaban di satu kota tidak dapat dipisahkan dari pembangunan yang berorentasi pada pelayanan untuk seluruh masyarakat. "Tak terkecuali pelayanan bagi lansia, difabel, dan ibu hamil yang semestinya mendapatkan perhatian khusus dan superspesial. Halte yang dibuat terlalu tinggi (di JLNT Ciledug-Tendean) dikhawatirkan dapat membahayakan keselamatan mereka nantinya," ujar Suhaimi.

Direktur Utama PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), Budi Kaliwono mengatakan, tujuan pembangunan jalur busway Koridor XIII bukan hanya untuk mempermudah transportasi masyarakat, melainkan juga menghemat waktu tempuh (travel time) dari daerah pinggiran menuju Jakarta. Dengan adanya koridor baru itu, perjalanan dari Ciledug (Tangerang, Banten) sampai ke Tendean (Jakarta Selatan) nantinya diharapkan bisa diselesaikan hanya dalam waktu setengah jam.

"Target utamanya, dari ujung ke ujung (Ciledug-Tendean) itu bisa 30 menit. Dan itu hanya bisa diwujudkan dengan membuat jalan layang khusus untuk busway," ucapnya.

Budi tak menampik keberadaan sejumlah halte yang terlalu tinggi di sepanjang Koridor XIII bakal menyulitkan para penumpang berkebutuhan khusus, seperti ibu hamil, lansia, dan difabel. Namun, dia berkilah bahwa tidak semua halte yang memiliki ketinggian di atas 20 meter. Ada pula halte dengan ketinggian yang dapat dijangkau semua kalangan.

"Yang diekspos oleh media selama ini kan selalu (halte) yang tingginya 25 meter saja. Padahal, ada yang enam meter juga lho. Jadi, enggak semuanya tinggi," ujarnya.

Menurut Budi, tidak menutup kemungkinan di halte-halte yang tinggi itu nantinya bakal dibuatkan lift atau elevator khusus untuk para pengguna difabel, lansia, dan ibu hamil. Rencana itu, menurut dia, sudah pernah dibahas PT Transjakarta bersama Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga serta Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI.

"Yang sedang kami pikirkan saat ini adalah bagaimana maintenance (perawatan) lift-lift itu nanti. Apalagi, jika properti semacam itu berada di ruang publik terbuka, tentunya diperlukan persiapan yang betul-betul matang untuk memeliharanya," kata dia.

Budi menambahkan, ketiga instansi saat ini sedang mengkaji siapa nantinya yang bakal bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan aset tersebut ke depannya. "Kami juga sedang mempertimbangkan apakah (perawatan lift itu) akan diambil oleh Transjakarta, Dishubtrans, Dinas PU Binamarga, atau melibatkan pihak ketiga."      Oleh Ahmad Islamy Jamil, ed: Erik Purnama Putra

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement