Senin 28 Mar 2011 17:28 WIB

DPR Tolak RUU Intelijen Usulan Pemerintah

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Djibril Muhammad
Wasekjen PKS, Mahfudz Shiddiq
Wasekjen PKS, Mahfudz Shiddiq

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menegaskan, posisi DPR terkait dengan RUU Intelijen Negara adalah menolak adanya fungsi eksekusi di tubuh intelijen, termasuk fungsi penangkapan. Posisi DPR itu sudah disepakati seluruh fraksi.

"Soal penangkapan kan memang sudah di-drop dari gagasan awal. Pemerintah mengajukan lagi penangkapan 7x24 jam. Prinsipnya, di kami itu ini (penangkapan) sudah memasuki wilayah proyustisia, dan ini sifatnya eksekutorial, itu bukan fungsi intlijen," kata Mahfudz di Gedung DPR, Senin (28/3).

Dia menegaskan, intelijen memiliki fungsi untuk deteksi dini dan penyampaian informasi strategis kepada pengambil kebijakan. "Tapi pemerintah mau mengajukan lagi ya nanti OK kita bahas, tapi posisi DPR seperti itu. Nah, dan yang kedua, ini kan wilayah proyustisia, tidak bisa (penangkapan) dilakukan intelijen," katanya.

Terkait dinamika pembahasan RUU Intelijen, Mahfudz mengingatkan, Komisi I sudah menyisir pengaturan-pengaturan yang memang bisa menggiring intelijen seperti masa lalu di masa orba dengan kekuasaan yang sudah melampaui tugas fungsi intelijen itu sendiri.

Kemudian, kata Mahfudz, muncul usulan-usulan dari pemerintah seperti hak untuk melakukan pemeriksaan intensif, bahkan secara umum ada usulan-usulan kewenangan intelijen yang sifatnya eksekusi. "Sebagai usulan tentu kita akan tampung dan akan kita bahas," ujarnya.

"Komisi I akan memastikan UU Intelijen nantinya UU yang membuat intelijen kita profesional, bisa dipertanggungjawabkan, tidak seperti intelijen pada masa-masa lalu," tambahnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement