Senin 18 Apr 2011 18:07 WIB

Sikap Kelompok 78 Dianggap Lukai Masyarakat Sepakbola

Rep: fernan/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sikap Kelompok 78 yang menekan Komite Normalisasi (KN) PSSI dianggap telah melukai masyarakat pecinta sepakbola di Indonesia. Selain mendesak KN menyelenggarakan kongres 14 April lalu, kelompok tersebut baru-baru ini juga melakukan intimidasi terhadap salah seorang anggota KN.

"Kami sangat kecewa dan marah besar terhadap semua upaya penekanan dan interventsi yang dilakukan terhadap pekerjaan Komite Normalisasi," ujar pengamat sepakbola, Effendi Ghazali, yang tergabung dalam Koalisi Independen untuk Rekonsiliasi Sepakbola Nasional (Konsen) di gedung DPR, Senin (18/4). Menurut Effendi, sikap yang diambil kelompok 78 tersebut telah bertentangan dengan visi revolusi PSSI menuju pemilihan ketua umum, wakil ketua umum, dan anggota komite eksekutif yang sudah sangat jelas ditentukan FIFA melalui suratnya 4 April lalu.

Sebelumnya, kelompok 78 yang mengambil-alih kongres di Pekanbaru, Riau, 26 Maret lalu berada di garda terdepan sebagai pihak yang menentang Nurdin Halid mencalonkan diri lagi menjadi ketua umum PSSI periode mendatang. Akan tetapi usai FIFA mengeluarkan keputusan membentuk KN melalui surat tertanggal 4 April, kelompok 78 justru memandang sinis keputusan tersebut.

Bukannya senang terhadap keputusan FIFA tersebut, kelompok 78 justru mengatakan keputusan tersebut telah melanggar Statuta FIFA. Mereka pun akhirnya mendesak KN yang diketuai Agum Gumelar menyelenggarakan kongres 14 April lalu yang pada akhirnya menghasilkan keputusan membentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding.

Tidak sampai di situ, kelompok 78 juga menekan salah seorang anggota KN, Hadi Rudyatmo, agar menandatangani Surat Keputusan Pencabutan 54 SK berisi sanksi yang ditetapkan PSSI serta surat permintaan supaya Persema Malang dan Persibo Bojonegoro bisa kembali menjadi anggota pemilik suara PSSI. Hadi bahkan diintimidasi oleh seorang oknum petinggi militer gara-gara menolak menandatangani surat-surat tersebut.

Menurut pengamat sepakbola yang juga anggota Konsen, Yusuf Kurniawan, langkah yang dilakukan Kelompok 78 telah melukai masyarakat pencinta sepakbola di Indonesia. "Saya mengimbau agar semuanya dikembalikan kepada jalur sesuai instruksi FIFA karena jika ini dibiarkan maka kemungkinan besar Indonesia akan mendapatkan sanksi dari FIFA," kata Yusuf.

Yusuf yakin FIFA kemungkinan besar tidak akan membatalkan keputusan yang mereka keluarkan pada 4 April lalu meskipun Ketua KN, Agum Gumelar, diperkirakan akan melakukan lobi-lobi khusus saat bertemu Presiden FIFA, Sepp Blatter, Selasa (19/4) ini. Ia justru berkeyakinan FIFA akan tetap meminta Agum dan tujuh anggota KN yang lain agar tetap melaksanakan instruksi yang dibuat oleh Komite Darurat FIFA tersebut.

Hadi kemarin mengungkapkan permasalahan Komite Normalisasi dimulai saat mereka bertemu dengan Kelompok 78 beberapa waktu lalu. Saat itu, Harbiansyah Hanafiah dan kawan-kawan berusaha memaksakan kehendak agar digelar kongres pendahuluan yang pada akhirnya terjadi di Hotel Sultan pada 14 April. Setelah itu, usai kongres ia juga dimintai tanda tangan dua surat tersebut yang akhirnya ia tolak. "Desakan demi desakan tersebut membuat saya bertanya-tanya, kelompok 78 ini ingin mereformasi sepakbola atau mau merusak sepakbola," kata Hadi miris.

Hadi mengaku didatangi sebanyak dua kali. Yang pertama adalah Kamis (14/4) malam oleh Wakil Acting Sekjen PSSI, Johar Arifin, anggota Komite Normalisasi, Dityo Pramono, dan petinggi LPI, Wijayanto. Yang kedua adalah Sabtu (16/4) pagi oleh Kolonel Jerry Walelang. Menyangkut terlibatnya Dityo, Hadi menyatakan bahwa kecuali Agum dan Acting Sekjen PSSI, Joko Driyono, kelima anggota KN yang lain juga menandatangani surat yang disodorkan oleh Johar tersebut.

Johar sendiri tidak menyangkal telah meminta Hadi menandatangani surat tersebut. Namun ia menyangkal jika ia melakukan penekanan terhadap Hadi. Ia juga mengatakan bahwa sikap Hadi yang menolak menandatangani surat-surat tersebut adalah hal yang biasa. "Kalau tidak mau tanda tangan ya tidak usah tanda tangan. Saya kira itu biasa. Namun saya tidak mungkin menekan beliau," kata Johar yang dihubungi kemarin

Sementara itu Dityo mengakui telah menandatangani surat-surat tersebut. Namun ia juga membantah terdapat penekanan dari pihak-pihak tertentu untuk menandatanganinya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement