REPUBLIKA.CO.ID, JUBA - Tentara Sudan Selatan mengatakan bahwa komandan milisi pemberontak menyerahkan diri kepada militer setelah pertempuran yang menewaskan lebih dari 165 orang di wilayah yang akan menjadi negara merdeka pada Juli mendatang. Sudan Selatan adalah negara pecahan Sudan berdasarkan hasil referendum pada Januari lalu.
Juru bicara Militer Sudan Selatan Malak Ewen mengatakan pemimpin milisi Gabriel Tang dan sekitar 1.300 anak buahnya menyerah secara sukarela kepada Tentara Rakyat untuk Pembebasan Sudan (SPLA). "Perkembangan ini terjadi setelah bentrokan antara SPLA dan pasukan Tang—seorang komandan tentara pemberontak ternama—di negara bagian Jonglei, yang menewaskan 57 pemberontak dan tujuh tentara," kata Ewen, Senin (25/4).
Kedua belah pihak terlibat pertempuran karena tidak sepakat untuk menggabungkan kekuatan mereka setelah Sudan Selatan merdeka.
Menurut Tang, pangkalan militernya diserang oleh SPLA karena ia menolak melucuti senjata anak buahnya sebelum memulai proses reintegrasi.
Di sisi lain, kata Ewen, selama lima hari pertempuran antara SPLA dan kelompok pemberontak lain yang dipimpin perwira pembangkang Peter Gadet di wilayah yang sama, telah menewaskan 101 orang. Namun Ewen enggan memberikan rincian tentang identitas para korban, apakah mereka berasal dari SPLA atau pemberontak atau penduduk sipil.