REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Aktivis lembaga swadaya masyarakat meminta kepada pimpinan DPR RI untuk melakukan moratorium atau menunda sementara kunjungan kerja ke luar negeri dan melakukan evaluasi. "Kunjungan kerja anggota DPR RI keluar negeri saat ini tidak transparan dan manfaatnya tidak optimal," kata Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri, di kantor LSM Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Ahad (8/5).
Menurut dia, pimpinan DPR sebaiknya memoratorium kunjungan kerja anggota DPR RI ke luar negeri sekaligus mengevaluasi manfaat dan relevansi kunjungan kerja tersebut. Selama moratorium tersebut, kata dia, pimpinan DPR RI, pimpinan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI, dan Sekretariat Jenderal DPR RI, melakukan evaluasi sejauhmana manfaat dan relevansi dari hasil kunjungan kerja ke luar negeri dengan rancangan undang-undang (RUU) yang sedang dibahas.
Ronald juga meminta kepada pimpinan DPR untuk mendata secara akurat, rencana kunjungan kerja keluar negeri yakni lembaga apa saja yang akan dikunjungi dan kaitannya dengan RUU yang sedang dibahas. "Substansi utama kunjungan kerja ke luar negeri adalah perencanaan yang matang, sehingga lembaga yang dikunjungi benar-benar tepat dan waktunya juga tepat," katanya.
Ia mencontohkan, kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI ke Australia pada April 2011 ternyata DPR Australia sedang reses dan kemudian mengalihkan kunjungan ke sekolah keagamaan. Menurut dia, hal ini menunjukkan perencanaan DPR RI tidak matang.
Soal angggaran, menurut dia, hal itu merupakan konsekuensi dari kunjungan kerja ke luar negeri, asalkan
perencanaannya matang maka sasaran kunjungan kerja ke luar negeri bisa tepat. Seentara itu, aktivis LSM Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam, mengatakan, agar DPR RI bisa mempertanggungjawabkan anggaran kunjungan kerja ke luar negeri baik secara kelembagaan maupun secara perorangan.
Menurut dia, tidak transparannya hasil kunjungan kerja ke luar negeri, menunjukkan DPR RI tidak displin dalam penggunaan anggaran. Dari 143 kunjungan ke luar negeri yang dilakukan anggota DPR pada periode Oktober 2009 hingga saat ini, hanya tiga kunjungan yang hasilnya dilaporkan melalui website.
"Soal pertanggjawaban anggaran, hasil audit BPK pada 2009 memberikan catatan disclimer," katanya. Hasil audit BPK itu, kata dia, hingga saat ini belum ada lagi yang dipublikasikan.