REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA - Salah satu hasil paling signifikan dari pemilu Singapura pada 7 Mei adalah kekalahan Menteri Luar Negeri, George Yeo di Grup Perwakilan Konstituensi (GRC) distrik Aljunied. Itu juga kekalahan Partai Aksi Rakyat (PAP)dan kehilangan GRC untuk pertama kali. Sementara Yeo adalah anggota inti partai pertama notabene anggota Kabinet yang kalah melawan Oposisi di Pemilihan Umum.
Saat di Jakarta, ketika para menteri ASEAN dan pemimpin negara tengah menggelar konferensi tingkat tinggi lembaga selama dua Hari, mereka, seperti yang dilansir Todayonline.com, Senin (9/5) mengatakan cukup kaget sekaligus sedih dengan kekalahan Yeo dalam pemilu.
Mengapa sedih dan seperti apa peran Yeo? Seorang analis politik sekaligus pimpinan Singapore Institute of International Affairs, Simon Tay, masih kepada Todayonline, menguraikan alasan 'kehilangan' besar dari kekalahan Yeo, terutama bagi warga Singapura.
Aljunied, distrik yang menghentikan langkah politik Yeo memang dianggap kawasan paling rentan. Pasalnya hanya di distrik ini PAP memiliki catatan perolehan suara dengan marjin tertipis pada Pemilu 2006 lalu.
Yeo memang banyak memiliki kualitas cemerlanng dan kehadiran kuat di media baru, namun ketika Partai Pekerja menominasikan tim bintangnya yang dipimpin sekretaris jenderal Low Thia Khiang, pertempuran untuk menyelamatkan suara di akar rumput selalu berjalan keras.
Tapi hasil tersebut, tulis Simon, tidak bisa dibaca secara sederhana hanya keraguan kepribadian dan kemenangan politik di lokal Aljunied. Simon memandang kekalahan itu juga membuat banyak pencapaian Yeo kembali mengabur, kehilangannya dalam pemilu, ia nilai juga kekalahan bagi Singapura.
Menjabat sebagai menteri luar negeri sejak 2004, Yeo, menurut banyak prediksi adalah otak terbaik dalam pekerjaan itu sejak Mr S Rajaratnam. Kemunculan Singapura sebagai titik tautan global dan gerakan ASEAN menjadi komunitas pada 2015, diklaim Simon tak lepas dari peran Yeo sebagai arsitek penggagas utama
Ketika pencapaian kebijakan luar negeri Singapura kadang sulit diukur, Yeo dinilai membawa perubahan dengan membuat posisi ASEAN dan Asia lebih menjadi pusat.
Yeo, imbuh Simon, cukup tanggap dalam memberi respon terhadap situasi kritis di kawasan tersebut. Salah satu isu sulit yakni mengenai Myanmar, di mana fakta bertutur Yeo membentuk lansekap ASEAN dengan mengecam tindak kekerasan pemerintah terhadap revolusi shaffron--mengacu warna jubah pendeta yang berwarna merah shaffron--yang dipimpin pendeta. Yeo juga melakukan gerak cepat dalam tragedi bencana badai Nagris.
Hasil kerja Yeo di kebijakan luar negeri telah dibangun dalam peran awalnya sebagai Menteri Industri dan Perdagangan. Saat itu ia beperan dalam negosiasi dan kesepakatan perdagangan bebas untuk menghubungkan Singapura secara ekonomi dan strategis terhadap partner besarnya, AS, Jepang dan Australia. Tugas ekonomi utama dipercayakan kepadanya, untuk mengepalai negosiasi sulit dalam WTO menyangkut isu krusial dalam bidang pertanian.
Yeo muncul dalam panggun komunitas Internasional dan menjadi salah satu pemimpin terbaik Singapura yang diakui dan dihormati. Kini kabinet berikut belum siap untuk menentukan pengganti dirinya.