REPUBLIKA.CO.ID, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Baharudin Djafar mengatakan, Polda Metro Jaya memang pernah menangani kasus penggelapan dokumen tersebut pada 2005. Saat itu, katanya, Nazaruddin ditetapkan menjadi tersangka dan dia ditangkap. "Ditangkap 1x24 jam," katanya di Jakarta, Kamis (19/5).
Namun, lanjut Baharudin, Polda Metro Jaya tidak melakukan penahanan terhadap Nazaruddin. Polisi, katanya, hanya menangkap dan melakukan pemeriksaan. "Kalau ada yang bilang ditahan, tanya sama yang bilang," ujar perwira menengah ini.
Menurut Baharudin, kasus yang melibatkan Nazaruddin dulu sudah dihentikan. Namun, katanya, polisi harus mengumpulkan dan memeriksa kembali dokumen kasus itu. "Mohon waktu untuk mengumpulkan data," kilahnya.
Baharudin mengatakan, ada tiga alasan kenapa kasus dihentikan. Alasan itu, katanya, bukan merupakan tindak pidana, kasus tidak cukup bukti dan dihentikan demi hukum. Dihentikan demi hukum, katanya, ada empat alasan. Seperti kasus kadaluarsa dan tersangka meninggal. Bisa juga, katanya, karena delik aduan dicabut dan karena nebis in idem ini.
Nebis in idem ini, kata Baharudin, kasus dihentikan karena sudah ada putusan lain dalam kasus yang sama. Sementara untuk kasus pemalsuan dokumen dengan tersangka Nazaruddin ini, Baharudin belum mengetahui secara pasti alasannya. "Nanti kita lihat datanya," sambungnya lagi.
Nama Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin dikaitkan dengan kasus suap Sesmenpora. Kasus suap ini diduga terjadi dalam proyek pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang.
Sebelumnya, Komite Pergerakan membeberkan bahwa Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin diduga terlibat kasus pemalsuan dokumen yang terjadi pada 2005. Perwakilan Komite Pergerakan Masinton Pasaribu mengatakan, Nazaruddin pernah ditahan di Polda Metro Jaya terkait kasus tersebut. Namun, katanya, setelah sebulan mendekam, Nazaruddin dibebaskan. "Entah apa dasarnya, kita ingin ada penjelasan," katanya di Mapolda Metro Jaya, Kamis (19/5).
Masinton mengatakan, pemalsuan dokumen ini berawal dari adanya tender pengadaan barang. Tender ini, katanya, diadakan Departemen Perindustrian dan Departemen Perikanan dan Kelautan. "Nilainya sekitar Rp 200 miliar," ujarnya.
Syarat tender, menurut Masinton, peserta harus memiliki garansi bank dan asuransi. Syarat ini, katanya, dipalsukan oleh Nazaruddin selaku pemilik PT Anugerah Nusantara. "Untuk bisa ikut tender," kata perwakilan komite yang juga Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi.
Menurut Masinton, dokumen yang dipalsukan, yaitu surat bank guarantee Bank Syariah Mandiri Cabang Pekan Baru Riau. Selain itu, katanya, Nazaruddin juga memalsukan surat asuransi Syariah Takafful Cabang Pekan Baru, Riau. "Surat itu dibuat mirip seperti aslinya," ungkapnya.
Kedua surat tersebut, lanjut Masinton, ditandatangani oleh Sekretaris PT Anugerah, Neneng. Keduanya kemudian dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh pelapor Albert Panggabean atas nama Herman Heri. Menurutnya, laporan tersebut tercatat dalam laporan No.LP/4212/R/XII/05/SPK. "Kasusnya pada 2005," katanya lagi.
Masinton mengatakan, atas laporan tersebut Nazaruddin dan Neneng dikenakan pasal 263 tentang pemalsuan dokumen. Keduanya, kata Masinton, kemudian ditahan di Polda Metro Jaya. "Info-info itu dari pelapor, rekan kita ada yang kenal dengan pelapor," bebernya. [mad]