REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Penangkapan hakim pengawas perkara kepailitan, Syarifudin, dan kurator Puguh Wirawan oleh penyidik KPK, menjadi pertanyaan Ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia, Ricardo Simanjuntak. Menurutnya, posisi kurator tidak seharusnya tunduk kepada hakim pengawas seperti Syarifudin.
Sebab, Ricardo mengungkapkan, hal itu diatur dalam Undang-Undang Kepailitan. Beleid tersebut, tuturnya, menyebutkan bahwa kurator bertanggung jawab secara pribadi kepada debitur jika pekerjaannya dalam mengidentifikasi budel pailit (harta pailit) dinilai merugikan. Bukan kepada hakim pengawas.
"Dalam pasal 16 disitu dia punya kewenangan penuh terhadap harta debitur pailit. Kalau pun ada hakim pengawasnya, dalam pasal 78, dia tidak total tunduk pada hakim itu," ungkap Ricardo saat dihubungi Republika, Jumat (3/6).
Ia pun mengaku heran atas praktik penyuapan yang diduga dilakukan oleh kurator Puguh Wirawan kepada hakim Syarifudin. "Itu yang saya tidak habis pikir," katanya menjelaskan.
Ricardo menjelaskan hakim pengawas merupakan hakim yang ditunjuk mengawasi para pihak setelah ada putusan pailit terhadap suatu perusahaan oleh pengadilan. Hakim tersebut, tuturnya, harus berbeda dengan hakim majelis. Tidak seperti hakim majelis, tuturnya, hakim pengawas tidak bisa memutus suatu perkara kepailitan.
Untuk kurator, Ricardo mengungkapkan diangkat oleh hakim majelis berbarengan dengan pengangkatan hakim pengawas setelah adanya putusan. Berdasarkan pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan, ungkapnya, kurator diangkat berdasarkan pengajuan dari pemohon.
"Walaupun berdasarkan pasal 71 pihak kreditur atau debitur bisa mengajukan kurator lain," katanya menegaskan.