Ahad 26 Jun 2011 18:58 WIB

Pemred Majalah Playboy Bebas, MUI Telisik Celah Hukumnya

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: cr01
Mantan pemimpin redaksi Majalah Playboy edisi Indonesia Erwin Arnada mengangkat tangan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (24/6).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Mantan pemimpin redaksi Majalah Playboy edisi Indonesia Erwin Arnada mengangkat tangan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (24/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pembebasan Pimpinan Redaksi Majalah Playboy edisi Indonesia, Erwin Arnada, mendapat komentar dari berbagai kalangan. Menurut Sekretaris Umum MUI, Ichwan Syam, dibebaskannya Erwin Arnada bukan berarti terlepas dari tuntutan hukum.

"Hukuman terhadap Erwin harus dijadikan upaya pembelajaran agar nantinya tidak terulang kasus serupa. Hal-hal yang menyangkut pornografi tidak sesuai dengan budaya Indonesia,” kata Syam, Ahad (26/6).

Sebelumnya, dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Erwin dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara karena melanggar Pasal 282 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kesusilaan dan kesopanan pada muatan Majalah Playboy.

Karena putusan ini, Erwin kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA dengan alasan Majelis Hakim tidak menerapkan Undang-undang Pers. Erwin kemudian dibebaskan setelah MA mengabulkan PK-nya.

 

Menurut Syam, pihaknya tengah mencari celah hukum terkait pembebasan Erwin. Penentangan masyarakat adalah faktor utama selain penindakan secara hukum. “Ketika masyarakat menentang, di sinilah nilai pembelajaran yang dapat dipakai,” kata Syam.

Dalam kasus ini, pihaknya mengimbau aparat penegak hukum agar mempraktikkan aturan yang seharusnya, sehingga kasus serupa tidak kembali terulang. “Dalam budaya kita, hal-hal yang menyangkut pornografi tidak selalu dibenarkan,” tandas Syam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement