Rabu 13 Jul 2011 12:14 WIB

Bagi Hakim Syarifuddin, KPK tak Ubahnya Lembaga yang Rusak

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Djibril Muhammad
Hakim Syarifuddin Umar
Hakim Syarifuddin Umar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –-  Hakim non aktif Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Syarifuddin, memprotes Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan rekonstruksi penangkapan di rumahnya pada Selasa (12/7) kemarin. Ia berpendapat bahwa KPK sebagai lembaga sudah rusak.

Menurut Syarifuddin, pada rekonstruksi kemarin, banyak yang tidak sesuai yang dilakukan KPK. Misalnya, uang asing yang diambil penyidik dengan cara memasuki rumahnya tidak diceritakan. Termasuk, soal tudingannya bahwa penyidik KPK memaksa masuk ke kamar istrinya yang sedang tidak mengenakan busana.

"KPK ini sudah terlanjur rusak," kata Syarifuddin sebelum menjalani pemeriksaan di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (13/7).

Sebelumnya, KPK pada Selasa (12/7), menggelar rekonstruksi penangkapan hakim Syarifuddin di rumahnya di kawasan SUnter, Jakarta. Menanggapi rekonstruksi itu, Kuasa Hukum Syarifuddin, Hotma Sitompul menyatakan keberatan terhadap rekonstruksi yang akan dijalani kliennya. Karena, KPK tidak mengirimkan surat kepada pihaknya untuk melakukan rekonstruksi pada hari sebelumnya.

"Tidak ada pembicaraan akan ada rekonstruksi, seharusnya KPK sebelumnya kasih tahu kita dong," kata Hotma yang ditemui di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (12/7).

Karena itu, Hotma mengatakan KPK telah melanggar hukum yang berlaku. Karena, KPK tidak memenuhi aturan perundang-undangan dalam menjalani penyidikan. Seperti diketahui, KPK, Rabu (1/6), menangkap tangan hakim Syarifudin yang sedang melakukan praktik penyuapan di kediamannya di kawasan Sunter, Jakarta Utara.

Saat ditangkap, penyidik menemukan uang miliaran rupiah dalam berbagai bentuk mata uang asing dan rupiah. Penyuapan tersebut diduga terkait dengan perkara kepailitan PT. Sky Camping Indonesia. Syarifuddin dikenakan Pasal 12 huruf a dan atau haruf b dan atau huruf c dan atau pasal 6 ayat (2) dan atau pasal 5 ayat (2) dan atau pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimna telah diubah dengan Undang-Undang tahun 2001 tentang pemberatansan korupsi.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement