Senin 18 Jul 2011 08:59 WIB

Ini Alasan KPK tak Mau Sebut 14 Perusahaan Asing Migas Pengemplang Pajak

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Johar Arif
Haryono Umar
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Haryono Umar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluhkan soal Pasal 34  Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UUKUP). Pasal itu menghalangi KPK untuk mendapatkan data dan informasi tentang 14 perusahaan asing migas (Minyak dan Gas) yang tidak pernah membayar pajak selama puluhan tahun.

“Itulah masalahnya, aturan pasal itu membuat pengelolaan pajak menjadi tertutup dan tidak transparan,” kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, Haryono Umar saat dihubungi Republika, Senin (18/7) pagi.

Menurut Haryono, atas dasar aturan pasal itu, Direktorat Jendral Pajak tidak mau menyerahkan informasi mengenai data-data perusahaan yang tidak pernah membayar pajak. Selain itu, data-data mengenai pajak setiap perusahaan tidak bisa diketahui masyarakat. Padahal, untuk urusan pajak dalam arti lancar atau tidaknya setiap perusahaan membayar pajak, masyarakat memiliki hak untuk mengetahuinya karena ini menyangkut keuangan negara.

“Kecuali kalau yang bersangkutan dengan aset atau pendapatan perusahaan itu yang bersifat rahasia barulah tidak mengapa tidak diumumkan kepada masyarakat,” katanya.

Haryono melanjutkan, keterbukaan informasi mengenai pajak adalah untuk kepentingan nasional bukan untuk kepentingan pemerintah semata. Ia menduga, munculnya mafia pajak yang memainkan urusan pajak perusahaan bermula dari ketidakterbukaan informasi itu.

Oleh karena itu, Haryono mengatakan  agar Pasal 34 UUKUP sebaiknya direvisi. Hal tersebut untuk mendorong terjadinya perbaikan dalam urusan keterbukaan informasi pajak.

“Kalau tidak transparan, potensi perusahaan yang tidak pernah membayar pajak sejak puluhan tahun lalu sangat besar terjadinya,” katanya.

Haryono mengatakan, hal itu pula yang menjadi salah satu kesulitan bagi KPK untuk menangani 14 perusahaan asing yang bergerak di sektor migas yang tidak pernah membayar pajak sejak puluhan tahun lalu. Bahkan, ada perusahaan migas yang tidak pernah bayar pajak sejak tahun 1991.

“Ya saat ini kita berharap ada itikad baik saja dari Ditjen Pajak dan BP Migas untuk mendorong belasan perusahaan itu untuk segera melunasi utang pajaknya,” katanya.

Seperti diketahui, KPK mendesak  Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menyelesaikan tunggakan pajak 14 perusahaan asing. Tunggakan pajak itu diperkirakan mencapai angka Rp 1,6 triliun.  KPK Beberapa kali  pernah menanyakan  kepada Ditjen Pajak tentang data-data tunggakan pajak mereka  namun hingga kini jawaban itu tidak  memuaskan KPK.

KPK mengkhawatirkan tunggakan pajak itu terjadi akibat adanya permainan  mafia pajak dari mafia pajak. Namun, hingga saat ini KPK belum menemukan bukti adanya tindak pidana korupsi dalam tunggakan 14 perusahaan asing migas itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement