REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gubernur Lemhanas, Budi Susilo Soepandji, menilai TNI belum perlu terlibat penanggulangan aksi teroris. Menurut Budi, ancaman terorisme sekarang cukup dihadapi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan polisi.
Ia mengatakan operasi deradikalisasi dan penegakan hukum lebih mengutamakan melibatkan unsur polisi. Kalau eskalasi ancaman deradikalisasi dan penegakan hukum meningkat, TNI baru bisa dilibatkan. "Kalau sudah masif dan besar, secara perhitungan tidak mungkin dilakukan aparat sipil," kata Budi saat jumpa pers di kantor Lemhanas, Senin (1/8).
Budi menambahkan, TNI bisa terlibat aksi penanganan terorisme atau diminta masukan karena pengalamannya dalam penjagaan terotorial. Namun posisi TNI hanya dimintai masukan bagaimana cara melakukan deradikalisasi. Walau demikian, TNI tidak bisa sendirian, tapi melibatkan seluruh elemen, termasuk universitas.
"Seandainya terjadi serangan serentak di beberapa daerah sekaligus oleh kelompok teroris, kondisi itu jelas tak mungkin ditangani aparat sipil. TNI harus dibantu dengan kekuatan senjata jika keadaannya seperti ini," jelasnya.
Dalam pandangan Budi, saat ini eskalasi ancaman masih naik turun, dan dalam posisi tidak terlalu mengancam. Sehingga tidak perlu unjuk kekuatan dengan cara kekerasan atau hard power untuk menanganinya.