REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - DPR mengultimatum bahkan mengancam akan memotong anggaran Polri karena lambannya penanganan kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK). Polri pun meminta agar bersabar karena penanganan kasus tersebut masih berlanjut.
"Sabar, kami juga ingin cepat. Masih terus berjalan," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Anton Bachrul Alam yang ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (10/8).
Anton menambahkan penanganan kasus pemalsuan surat MK ini masih terus dilakukan penyidik, bukannya terhambat. Namun penyidik, lanjutnya, masih memerlukan pemeriksaan beberapa orang saksi lagi. Misalnya ia menyebutkan, politisi Partai Hanura, Dewie Yasin Limpo akan diperiksa pada Senin (15/8) mendatang.
Pada 8 Agustus 2011 lalu, penyidik telah memeriksa cucu mantan hakim MK Arsyad Sanusi, Rara. Rara merupakan pegawai di MK yang memiliki hubungan khusus dengan tersangka Mashuri Hasan dan diduga mengetahui terkait pengonsepan surat jawaban penjelasan MK kepada KPU yang dipalsukan itu.
"Rara diperiksa sebagai saksi. Dia kemungkinan tahu pertemuan di apartemen Rara. Untuk tersangka baru mungkin setelah pemeriksaan Dewi Yasin Limpo," kelitnya.
Sebelumnya, penyidik menduga pengonsepan surat palsu MK diawali dari pertemuan di apartemen Rara di mana Mashuri Hasan mengantar Rara pulang. Kemudian ia mengeluarkan laptop dan meminta nasihat kepada Arsyad dalam membuat surat jawaban penjelasan MK. Meski Arsyad tetap membantah keterlibatannya.
MK memutuskan surat tertanggal 14 Agustus 2009 merupakan surat palsu. Surat itu memutuskan Dewie Yasin Limpo sebagai pemilik kursi DPR Daerah Pemilihan (Dapil) 1 Sulawesi Selatan (Sulsel). Padahal dalam surat asli tertanggal 17 Agustus 2009, MK memutuskan kursi itu menjadi milik politisi Partai Gerindra, Mestariani Habie.