REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH - Pembahasan dua rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang merupakan aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh (UUPA) hingga kini tidak kunjung tuntas.
"Pembahasannya sudah hampir memasuki tahun ketiga, tetapi masih jalan di tempat, tidak ada kemajuan sama sekali," kata M Jafar, staf ahli hukum Gubernur Aceh di Banda Aceh, Jumat (15/9).
Kedua RPP tersebut, kata dia, yakni mengatur masalah kewenangan serta mengenai minyak dan gas. Pembahasannya tingkat tim perumus sudah selesai.
Namun, kata dia, pembahasan tersebut tidak mendapat kata sepakat antara tim pemerintah Aceh dengan kementrian terkait, sehingga diputuskan dibahas di tingkat lebih lanjut. "Tapi, hingga kini kami belum tahu kapan kedua RPP tersebut dibahas oleh pihak-pihak tadi," sebutnya.
Menurut dia, tidak tuntasnya pembahasan kedua RPP kewenangan di tingkat tim perumus karena tidak ada kesepakatan di beberapa bidang, terutama menyangkut pengaturan masalah kehutanan dan pertanahan.
"Sedangkan untuk RPP minya dan gas tidak ada kata sepakat mengenai wilayah kelola oleh Badan Pengelola Migas Aceh dan bagi hasilnya," ujar M Jafar.
Kendala ini, kata dia, sebenarnya bisa diselesaikan apabila ada pertemuan tingkat tinggi antara Gubernur Aceh dengan kementerian terkait membahas beberapa hal penting menyangkut peraturan tersebut.
"Jika pertemuan ini menghasilkan kesepakatan, maka RPP tersebut bisa disahkan menjadi peraturan pemerintah," kata M Jafar, yang juga akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh.
Selain dua RPP tersebut, kata dia, ada juga rancangan peraturan presiden pengalihan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun, rancangan tersebut tidak kunjung dibahas.
Sepertinya pemerintah pusat enggan mengalihkannya BPN kepada pemerintah Aceh. Padahal, pengalihan ini merupakan perintah UUPA," kata dia.