Ahad 18 Sep 2011 21:05 WIB

Populasi Muslim Menyusut di Kolumbia, Shalat Jumat Hanya Tiga Baris Jamaah

Rep: Agung Sasongko/ Red: Stevy Maradona
Jamaah masjid yang menyusut, ilustrasi
Foto: Blogspot
Jamaah masjid yang menyusut, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MAICO—Jum’at siang, masjid Omar Al-Jattab terisi tiga baris jamaah. Shalat jumat hari itu dipimpin oleh Imam asal Mesir. Ya, itulah penggalan suasana komunitas Muslim di Maico, Kolombia.

"Kurang dari satu dekade lalu, Masjid ini terisi sembilan baris," kata Hassan Jomaa, saat  menerjemahkan khotbah bahasa Arab di belakang aula besar.  "Ada saat di mana ruangan masjid ini ini begitu penuh sehingga terpaksa ada sebagian jamaah yang diluar, "

Sebagian besar komunitas Muslim Maico merupakan imigran asal Lebanon yang tiba di Kolombia sejak abad ke-19. Tak heran, Maico kota berpenduduk 150.000 jiwa tidak memiliki bioskop tapi memiliki delapan stasiun televisi berbahasa arab, hidangan khas Timur Tengah, poster bintang sepakbola asal Lebanon yang bersanding dengan sosok Che Guevara,  ikon Amerika latin.

Menyambung soal Masjid Ibnu Omar  Al-Jattab. Masjid ini dibangun tahun 1997 dengan luas 1.476 meter persegi. Masjid berkapasitas 700 orang tersebut  merupakan masjid terbesar ketiga di Amerika Latin. Yang hebat, masjid ini murni hasil swasembada masyarakat setempat.

Sayang, beberapa tahun belakangan, kemegahan Masjid ini surut secara perlahan. Sebab, hampir 8000 sampai 1.000 imigran asal Arab meninggalkan Maico. “Mereka datang saat negara mereka mengalami konflik. Kini suasana telah tenang, mereka tentu kembali,” papar presiden Asosiasi Kebajikan Islam, Nedal Serhan.

Anggota Dewan Kota Maico, yang anggota dewan pertama yang berasal dari imigran Lebanon, Indira Issa mengatakan ada sejumlah alasan yang membuat komunitasnya meninggalkan  Kolombia, utamanya adalah kekerasan dan penculikan. Diluar itu peraturan pemerintah dan perekonomian yang lesu. “Situasi itu sulit diperjuangan imigran lantaran mereka tidak pernah aktif secara politik,” paparnya.

Issa mengungkap komunitasnya selalu terfokus pada perdagangan, utamanya tekstil dan enggan memasuki dunia politik. “Anda tahu, anda tidak bisa membuat perubahan tanpa politik,” paparnya.

Situasi berbeda, ungkap Issa, justru terjadi pada komunitas Lebanon beragama Kristen. Mereka cukup tanggap dengan situasi yang ada di negara ini dengan memasuki jalur politik. Ia menyebut nama Mantan Presiden Kolombia, Julio César Turbay yang merupakan keturunan Lebanon.

Seiring sejalan, komunitas Muslim Maico berbenah. Mereka sadar, perubahan akan berpihak pada komunitas mereka dengan memasuki jalur politik. Saat ini ada tiga kandidat Lebanon berjalan untuk dewan kota dan satu untuk majelis negara dalam pemilihan kotapraja bulan Oktober mendatang.

Diakui

Meskipun sebagian besar penduduk lokal merupakan Arab Lebanon dan Turki.  Mereka diakui menjadi bagian integral dari masyarakat Maico.

Kepala Organisasi Sumber Daya Manusia Maico, Restrepo Estella mengatakan imigran Arab adalah bagian dari budaya Kolombia. Mereka bergaul dengan semua orang. "Jika tidak mereka tidak akan bertahan lama di sini," katanya

Di Toko Mona Lisa, toko yang menjual peralatan dapur dan peralatan, Jomaa mengawasi peziarah melakukan haji di Mekkah pada salah satu stasiun TV lokal. Ia mengatakan anak-anak Lebanon memiliki mimpi untuk pergi ke Miami, Panama atau Brazil.

"Sebelumnya, ketika Lebanon akan tiba di sini, mereka bahkan tidak tahu di mana mereka, tetapi mereka membuat tempat ini seperti negara asalnya," kata Jomaa.

"Sekarang, ada begitu banyak tempat bagi mereka untuk pergi. Sebelumnya, hanya ada Maicao, " pungkasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement