REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Menteri Kesehatan mengakui adanya obat antiretroviral (ARV) kadaluwarsa yang dikonsumsi pengidap HIV/AIDS. Kasus itu terjadi tiga bulan yang lalu dan sudah diatasi.
"Sekarang tidak ada lagi ARV kadaluwarsa. Pada waktu beli ARV Kementerian Kesehatan mempunyai aturan masa kadaluwarsa minimal 1,5 tahun sebelumnya," kata dia pada wartawan usai Rakornas kepala daerah selaku ketua Komisi Penanggulangan AIDS seluruh Indonesia di Hotel Inna Garuda, Yogyakarta.
Sementara itu mengenai ARV sirup Endang mengakui memang tidak setiap provinsi ada ARV sirup, karena tidak semua provinsi/kabupaten/kota mempunyai anak yang yang terinfeksi HIV. ''Barangkali kami kurang cepat memenuhi permintaan. Karena itu saya akan berupaya untuk melakukan perbaikan dalam distribusi ARV ,''tutur dia.
Rakornas ini dihadiri antara lain gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, enam wakil gubernur dari enam provinsi lainnya (Bangka Belitung, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Jambi, Banten, DKI Jakarta) dan bupati/walikota se Indonesia.
Sebelumnya, pembukaan Pertemuan Nasional AIDS IV diwarnai dengan unjuk rasa yang dilakukan oleh konsolidasi masyarakat sipil penanggulangan HIV&AIDS (KOMAS-AIDS 2011), Ikatan Perempuan Positif Indonesia, Masyarakat Peduli AIDS Banten, dan lain-lain. Mereka antara lain mengungkap adanya kasus ARV (Antiretroviral) kadaluarsa medio Juli dan Agustus 2011 di 25 RS rujukan di 10 Provinsi akibat distribusi obat yang tidak tidak bertanggungjawab.
''Saya menerima ARV pada bulan Agustus lalu, padahal kadaluarsanya juga Agustus 2011,''ungkap Caca dari aliansi Masyarakat Peduli AIDS Banten.
Sementara itu salah seorang perwakilan dari Perempuan Positif Indonesia mempertanyakan tentang adanya obat ARV sirup anak-anak yang sudah ada sejak tahun 2006 tetapi kenyataannya di lapangan tidak ada. Sehingga anak-anak mereka mendapat ARV untuk dewasa.
Mereka menuntut perhatian pemerintah dalam hal ini dan meminta kasus itu tak terulang lagi.