REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Kamal Ganzouri telah setuju untuk menjadi perdana menteri Mesir dan akan membentuk pemerintah baru, seorang juru bicara tentara Mesir mengatakan Kamis.
Perkembangan - diumumkan oleh Letnan Kolonel Imam Amr - muncul beberapa hari setelah mantan Perdana Menteri Essam Sharaf dan pemerintahannya berhenti secara massal, dan hanya beberapa hari sebelum pemilihan parlemen Senin. Kekerasan dan kerusuhan masih berlangsung yang menuntut diakhirinya dominasi militer di negeri ini.
Ganzouri, yang pernah jadi perdana menteri Mesir antara 1996 dan 1999 di bawah Presiden Hosni Mubarak, tidak bisa dihubungi untuk mengkonfirmasi pengangkatannya.
Dia sudah bertemu dengan Mohamed Hussein Tantawi, pimpinan Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata dan kekuatan yang dominan di Mesir sejak pemecatan Mubarak pada Februari, menurut kantor berita milik pemerintah MENA.
Ganzouri akan jadi perdana menteri sampai setidaknya sampai 10 Januari, ketika hasil pemilihan parlemen diselesaikan.
Para pengunjuk rasa masih berkumpul di Tahrir Square pada hari Kamis. Situasi di sana tampaknya relatif tenang setelah tentara mendirikan barikade kawat berduri untuk memisahkan pengunjuk rasa dari polisi.
Di kota pelabuhan Alexandria utara, aksi kerusuhan kembali meletus. Huda Hamdy, seorang aktivis di Alexandria, mengatakan kepada CNN bahwa bom molotov bertemu dengan peluru karet dan gas air mata.
Sejauh ini, pemimpin militer Mesir menolak untuk menyetujui tuntutan demonstran. Menurut mereka, mundur sebelum referendum "Adalah sebuah pengkhianatan." Mereka juga menegaskan, pemilu akan tetap dilakukan tepat waktu.