REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Aliran Islam Syiah yang ada di Indonesia menurut kajian Centries sebenarnya merupakan aliran Islam dengan tokoh sentralnya adalah Djalaluddin Rahman, seorang cendikiawam Muslim asal Bandung.
Berbeda dengan kelompok Islam lainnya, kelompok ini, kata Direktur Central for Religion and Political Studies (Centries) Madura Sulaisi Abdurrazak, memang cenderung menokohkan Khalifah Ali Bin Abi Tholib dibanding ketiga Khalifah lainnya, semisal Abu Bakar, Umar dan Usman.
Sebab menurut Sulaisi, yang menjadi landasan pijakan mereka adalah Hadits Nabi Muhammad yang menyatakan 'Aku ini adalah gudang ilmu dan Ali adalah pintunya.'
"Syiah di Sampang ini menurut kajian kami sementara afiliasinya ke sana. Makanya, kami heran, ketika tiba-tiba ada pernyataan itu sesat hanya karena perbedaan cara pandang saja atau sebagian tradisi yang berbeda," kata Sulaisi.
Ke depan, pemuda yang pada masa kecilnya pernah mengenyam pendidikan di pesantren kelompok Islam Sunni ini menyatakan, pendidikan keagamaan yang plural, bukan hanya bertumpu pada salah satu paham dari sekian pemahamaan keagamaan yang berkembang adalah sangat diperlukan. Sehingga pemuda Islam lebih terbuka dan tidak hanya bertumpu pada satu titik pemahaman saja.
Kegagalan lembaga pendidikan Islam selama ini, sambung dia, karena pemuda Islam hanya disuguhkan dengan satu pemahaman saja, atau satu cara pandang.
"Perbandingan mazhab saya kira perlu mulai diajarkan kepada kaum muda Islam sejak dini. Selama ini kan tidak seperti itu. Santri yang mondok di pesantren tertentu hanya satu pahan keagamaan saja. Jadi pikiran merekan tentang Islam tetap picik," katanya menambahkan.
Akibatnya, kata pemuda lulusan magister ilmu politik Universitas Indonesia (UI) Jakarta ini, semua jenis pemahamaan yang berbeda dan tidak lumrah terjadi di masyarakat lalu dianggap sesat, apalagi pernyataan itu memang disampaikan oleh tokoh ulama setempat yang dianggap paham agama.
Konflik bernuansa SARA antara kelompok Islam Syiah dengan kelompok Islam Sunni di Sampang, Madura ini bermula dari konflik pribadi antara pimpinan Islam Syiah Tajul Muluk dengan saudaranya KH Rois yang beraliran Sunni.
Dari konflik keluarga itu, lalu meluas menjadi konflik SARA setelah di kalangan pengikut Islam Sunni tersiar kabar bahwa aliran Islam Syiah merupakan aliran Islam sesat, sehingga pengikut Islam Sunni beramai-ramai mengusir pengikut Syiah yang ada di wilayah Kecamatan Omben dan Kecamatan Karangpenang.
Puncaknya terjadi pada 29 Desember 2011 berupa pembakaran rumah, madrasah, mushalla dan pesantren kelompok Islam Syiah.
Sebanyak 335 orang pengikut aliran Islam Syiah dari total 351 orang lebih dievakuasi ke GOR Wijaya Kusuma depan kantor Bupati Sampang akibat kerusuhan yang terjadi ketika itu.
Konflik ini sudah terjadi sejak 2006, namun hingga kini belum bisa diredam hingga akhirnya terjadi aksi anarkis berupa pembakaran.