REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Islam masuk ke Asia Tenggara berabad-abad lamanya. Masuknya Islam yang berpadu dengan budaya lokal ini menyebabkan Islam Asia Tenggara begitu beragam.
Saat ini, ada sekitar 240 juta Muslim di Asia Tenggara atau sekitar 42 persen dari jumlah populasi penduduk Asia Tenggara. Jumlahnya sekitar 25 persen dari total penduduk Muslim dunia yang berjumlah 1,6 miliar jiwa. Mayoritas dari mereka berasal dari aliran Sunni.
Pakar Islam dan Agama Universitas Bangkok, Imtiyaz Yusufis, mengatakan Muslim Asia Tenggara saat ini tengah menghadapi tantangan berupa pembentukan identitas. “Di Indonesia dan Malaysia, kehidupan pluralisme tengah dibangun. Bentuk itu merupakan evolusi alami dalam Alquran dan Islam,” kata dia seperti dikutip dari asianewsnet.com, Selasa (17/1).
Pembangunan ekonomi serta modernitas bercirikan materialistis-konsumerisme telah mendorong banyak umat Islam Asia Tenggara beradaptasi. Mereka menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada.
Thailand dan Filipina beda lagi. Kedua negara menghadapi gerakan gerilyawan etno-religius yang didasarkan pada ideologi Islam dari perspektif etnis. Ideologi Islam yang meletakkan penekanan pada kekerabatan, bahasa dan budaya. “Perbedaan antara Asia Tenggara dan Timur Tengah, termasuk Barat, tentang agama adalah agama terkait dengan identitas etnis,” kata dia.
Terinspirasi Muslim Asia Tenggara
Selepas era kolonial, Muslim Asia Tenggara begitu terinspirasi pemimpin nasionalis Arab seperti Gemal Abdel Nasser. Nasser dan Soekarno selanjutnya menjadi pemimpin gerakan Non-Blok. Perdana Menteri Malaysia, Tunku Abdul Rahman, menjadi sekretaris jenderal pertama dari Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang didirikan oleh Raja Faisal dari Arab Saudi.
Gerakan Islam Timur Tengah seperti revolusi Islam 1979 di Iran serta Ikhwanul Muslimin dan Jamaah e Islami Pakistan terinspirasi sebuah kebangkitan Islam di Asia Tenggara pada era 1970-an dan 80-an. Mereka menyaksikan bagaimana Indonesia, Malaysia dan Brunei mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam bidang pendidikan, ekonomi dan ruang publik.
“Malaysia dan Indonesia adalah kisah sukses dalam demokrasi dan pembangunan ekonomi. Mereka menawarkan model yang layak untuk kelanjutan proses 'Musim Semi Arab'. Pada gilirannya, Musim Semi Arab menawarkan sebuah model di mana aspek keagamaan, hak dan kebebasan hidup berdampingan secara seimbang,” kata dia.
Ia pun memuji Indonesia dan Malaysia sebagai model yang layak bagi terbentuknya komunitas Muslim yang menghormati pluralisme agama dan martabat manusia sesuai prinsip penting dalam Alquran.