REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kecelakaan tragis yang terjadi di halte Tugu Tani,Jakarta Pusat, Minggu (22/1) kemarin memunculkan wacana soal keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Banyak pihak menilai, fasilitas pedestrian untuk pejalan kaki di Jakarta masih belum aman.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga mengatakan, secara umum keamanan trotoar di Jakarta belum menjadi pertimbangan utama kebijakan pemerintah.
Ia memaparkan, kondisi trotoar di Jakarta rata-rata memiliki luas tak lebih dari 1,5 meter. Belum lagi kondisi jalannya yang bergelombang, banyak lubang dan penutup saluran air yang tidak rata.
Kondisi inilah yang memaksa pejalan kaki berjalan di badan jalan sehingga keamanan dan kenyamanan mereka tidak terjamin. "Kecelakaan Xenia maut yang merenggut sembilan nyawa merupakan momentum agar trotoar dibenahi secara menyeluruh," ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (23/1).
Ia menambahkan, di negara lain pejalan kaki menempati kasta tertinggi. Disusul oleh pesepeda dan pengendara. Sayangnya, hal tersebut berlaku kebalikannya di Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari pengaspalan jalan yang dilakukan berkali-kali. Sedangkan, trotoar kurang diperhatikan perbaikannya.
"Kota yang manusiawi adalah kota yang ramah kepada pejalan kaki," katanya.
'Keramahan' tersebut bisa dilihat dari pengendara yang mendahulukan kepentingan pejalan kaki, tidak mengklakson pejalan kaki dan tidak ada motor yang memakai trotoar.