Kamis 02 Feb 2012 20:26 WIB

Hujjatul Islam: Najamuddin At-Tufi, Ulama yang Luas Ilmunya (3-habis)

Rep: Syahruddin El Fikri/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Pada tahun 704 H, At-Tufi mengunjungi Kota Damsyiq untuk belajar hadis pada Ibnu Hamzah, Taqiyuddin Ibnu Taimyah, Al-Maz dan Al-Barzali. Setahun kemudian (705 H), ia berkunjung ke Kota Kairo dan belajar pada Al-Hafiz Abdul Mukmin bin Khallaf, Qadi Sa'duddin Al-Harisi dan Abu Hayyan, penulis Mukhtasar, kitab Sibawaihi.

Menurut Mustafa Zaid, dalam kitabnya Al-Maslahah, At-Tufi dikenal sebagai seorang yang sangat cerdas dan mempunyai ingatan kuat. Ingatan kuat dan kecerdasan adalah faktor penting dalam belajar. Karena, ingatan merupakan gudang penyimpanan data dan informasi yang penting. Sedangkan kecerdasan sangat berguna untuk pengembangan keilmuan.

Ditambahkan, Muhammad Mustafa Syalabi, dalam bukunya Ta'lil al-Ahkam, disamping cerdas dan mempunyai ingatan yang kuat, At-Tufi juga dikenal dengan cara berpikirnya yang rasional dan ia penganut berpikir bebas.

Dalam berpikir bebas ini, At-Tufi disejajarkan dengan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al-Qayyim. Karena itu, Syalabi menyebut ketiga ulama tersebut (At-Tufi, Ibnu Taimiyah, dan Ibnu al-Qayyim), sebagai trio penganut berpikir bebas dari mazhab Hanbali. Diduga, cara At-Tufi dalam berpikir bebas itu karena pengaruh dari gurunya, Ibnu Taimiyah.

Dari petualangan At-Tufi menuntut berbagai disiplin ilmu di atas, menunjukkan bahwa ia adalah seorang ulama yang menguasai berbagai bidang ilmu. Syalabi menyebut At-Tufi sebagai seorang ulama yang luas ilmunya.

Najamuddin At-Tufi, dikenal sebagai seorang ulama yang luas pengetahuannya. Tak heran, ia menguasai berbagai bidang ilmu. Seperti ilmu fiqih, tafsir, hadis, sharaf, nahwu dan lain sebagainya.

Ia juga banyak menulis buku dan kitab, sesuai dengan disiplin ilmunya. Mulai dari Alquran dan hadis, ilmu ushuluddin (teologi), fiqih, ushul fiqih, bahasa, serta sastra. Di antara karya-karyanya antara lain Al-Iksir fi Qawa'id at-Tafsir, Al-Isyarat al-Ilahiyat la al-Mahabis Al-Ushuliyah, Mukhtasar al-Ma'alim, Qudwat Al-Muhtadin ila Maqasid ad-Din, Halal al-'Aqdi fi Ahkam al-Mu'taqid, dan Al-Azab al-Wasib 'ala Arwah an-Nawasib.

Selain itu, ia juga menulis sejumlah kitab lainnya, seperti Mukhtasar ar-Raudah al-Qudamiyah, Syarh Mukhtasar ar-Raudah al-Qudamiyah (tiga jilid), Mukhtasar al-Hasil, Az-Zari'ah ila Ma'rifat Asrar Asy-Syariat, Ar-Ryad an-Nawazir fi al-Asybah wa an-Naza'ir, Muqaddimah fi Ilm Al-Fara'id, Tuhfat Ahl al-Adab fi Ma'rifat Lisan al-Arab, Mawaid al-Haisi fi Syi'ri Imri' al-Qais, dan lain sebagainya.

Dari sejumlah karya At-Tufi dalam berbagai disiplin ilmu tersebut, enam kitab di antaranya dijadikan referensi oleh Mustafa Zaid dalam bukunya Al-Maslahat fi at-Tasyri'i al-Islami wa Najamuddin at-Tufi. Keenam karya tersebut adalah Al-Iksir fi Qawaid at-Tafsir (bidang tafsir), Mukhtasar ar-Raudat al-Qudamiyah dan syarah-nya (dalam bidang ushul fiqih), As-Sa'qaf al-Gadabiyah fi Ar-Radd 'ala Munkari al-Arabiyah (dalam bidang sastra), Mukhtasar at-Turmudzi (dalam bidang hadis), Syarh al-Arba'in Nawawiyah (dalam bidang hadis), dan Al-Isyarat al-Ilahiyat ila al-Mahabis al-Ushuliyah (dalam bidang Alquran).

Pada tahun 714 H, At-Tufi menunaikan ibadah haji, dan tahun berikutnya (715 H), ia berhaji lagi. Kemudian kembali ke Syam dan bertempat tinggal di Palestina, sampai meninggalnya pada tahun 716 H.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement