Selasa 07 Feb 2012 15:18 WIB

Hujjatul Islam: Hasan Al-Banna, Tokoh Pembaharu Islam Abad ke-20 (3-habis)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Hasan Al-Banna
Foto: Blogspot.com
Hasan Al-Banna

REPUBLIKA.CO.ID, Pada tahun 1948, Hasan Al-Banna mengirimkan satu batalion pasukan ke Palestina. Pasukan yang ia kirim itu terdiri dari orang-orang Ikhwanul Muslimin.

Dalam pertempuran melawan orang-orang Ikhwanul Muslimin, pasukan Yahudi mendapatkan kekalahan yang telak. Salah satu jenderalnya berkata, ''Seandainya mereka memberikan kepadaku satu batalion orang-orang Ikhwanul Muslimin, maka dengan pasukan tersebut aku pasti bisa menaklukan dunia.''

Akhir Hidupnya

Di kalangan para pendiri dan anggota Ikhwanul Muslimin, Hasan Al-Banna dikenal sebagai sosok yang sangat rendah hati, sangat menjaga kebersihan, daya ingatnya sangat kuat, selalu semangat dan tak kenal lelah.

Ia juga sangat mencintai manusia dan berlaku lemah lembut kepada mereka, selalu senyum, pemberani, dan juga tidak pernah meninggalkan shalat malam.

Sayyid Quthb, salah seorang rekannya di Ikhwanul Muslimin, mengomentari Hasan Al-Banna, ''Sesuatu yang besar dalam diri Hasan Al-Banna adalah dia selalu berpikiran positif, berbuat baik, dan jenius.''

Syaikh Muhammad Al-Hamid mengomentari Imam As-Syahid, ''Sejak lama umat Islam tidak menjumpai orang seperti Hasan Al-Banna.'' 

Syaikh An-Nadawi juga berkomentar tentang diri Hasan Al-Banna, ''Dia adalah sosok yang mengejutkan Mesir dan dunia Islam.''

Suatu saat, terjadi kekacauan di Mesir dan pemerintah tidak mampu mengatasinya. Pemerintah langsung menuduh Ikhwanul Muslimin yang ada di balik kekacauan tersebut. Dengan alasan ini, pemerintah Mesir menutup kantor-kantor Ikhwanul Muslimin dan banyak anggotanya yang dipenjara serta organisasi mereka juga dibubarkan.

Sementara sang pendiri Ikhwanul Muslimin terbunuh sebagai syahid pada tahun 1948, di dekat perempatan Ramsis. Di suatu malam, ada tiga orang yang menembakkan senjatanya ke arah Hasan Al-Banna dan mereka langsung melarikan diri. Oleh banyak kalangan, para penembak misterius ini diyakini sebagai penembak 'titipan' pemerintah. Dua dari mereka adalah seorang intel dan satunya lagi adalah Muhammad Abdul Majid yang menjabat sebagai Kepala Keamanan Negara Mesir saat itu.

Hasan Al-Banna kemudian dilarikan ke rumah sakit. Karena adanya ancaman yang keras dari pemerintah, orang-orang tidak ada yang berani mendekati dan membalut lukanya. Akibatnya, dua jam setelah penembakan terhadap dirinya, Hasan Al-Banna meninggal dunia tanpa ada yang memberinya pertolongan. Dia hanya dishalati oleh bapak dan keempat saudara perempuannya.

Sebelumnya, pemerintah memadamkan listrik terlebih dahulu di desanya. Pemerintah bersedia menyerahkan jenazah kepada keluarganya, dengan syarat mereka tidak akan mengumumkan berita duka. Jenazah kemudian dibawa oleh ayah dan saudara-saudaranya.

Proses pemakaman jenazah dilakukan dalam suasana yang sangat mencekam dan dengan dikelilingi oleh tank-tank. Kuburannya dijaga ekstra ketat oleh tentara agar para pengikut Hasan Al-Banna tidak memindahkan jenazahnya.

Kepergian Hasan Al-Banna pun menjadi duka berkepanjangan bagi umat Islam. Ia mewariskan dua karya monumentalnya, yaitu Mudzakkirat Ad-Du'at wa Ad-Da'iyyah (Catatan Harian Dakwah dan Da'i) serta Ar-Rasail (Kumpulan Surat-surat). Selain itu Hasan Al-Banna mewariskan semangat dan teladan dakwah bagi seluruh aktivis dakwah saat ini.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement