REPUBLIKA.CO.ID, Usaha penerjemahan tersebut berlangsung selama tidak kurang dari satu setengah abad di zaman klasik Islam (abad ke-1 hingga abad ke-7 H). Dan berlangsung secara besar-besaran di Baghdad sejak masa pemerintahan Al-Mansur (137-159 H/754-775 M), serta mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Al-Makmun.
Bahkan di masa Harun Ar-Rasyid, utusan khusus dikirim ke Kerajaan Romawi untuk mencari manuskrip yang kemudian dibawa ke Baghdad untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Usaha ini telah menghasilkan tersedianya buku-buku berbahasa Arab dalam jumlah banyak di perpustakaan-perpustakaan, baik yang dibangun para penguasa Muslim maupun yang dibangun para hartawan.
Ketersediaan buku-buku terjemahan tersebut dimanfaatkan oleh kalangan Muslim untuk berkenalan dengan ilmu pengetahuan dan filsafat, seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi, Kristen, dan Majusi pada masa-masa sebelum munculnya Islam.
Kegiatan penerjemahan dalam perkembangan berikutnya, telah memunculkan tiga kelompok ahli ilmu pengetahuan. Pertama, mereka yang memusatkan perhatian pada cabang-cabang ilmu pengetahuan saja. Kelompok pertama ini disebut para ilmuwan.
Kedua, mereka yang selain mengkaji dan mengembangkan berbagai cabang ilmu pengetahuan, juga memusatkan perhatian pada bidang filsafat. Kelompok kedua dinamakan para filsuf. Ketiga, yakni mereka yang berupaya menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan dan filsafat untuk keperluan berteologi. Kelompok yang terakhir ini disebut para teolog.
Ilmu filsafat dalam Islam pertama kali muncul dan berkembang di wilayah-wilayah Islam belahan timur, terutama di Baghdad. Baru tiga abad kemudian, ilmu filsafat ini berkembang luas di dunia Islam belahan barat yang berpusat di Cordoba (Spanyol).
Keterlambatan tersebut disebabkan oleh kenyataan bahwa buku-buku yang dihasilkan di dunia Islam belahan timur baru masuk secara besar-besaran ke dunia Islam belahan barat sejak paruh kedua abad ke-4 H, dengan dorongan dan bantuan dari pihak penguasa, terutama pada masa pemerintahan Khalifah Hakam II (350-366 H/937-953 M) di Andalusia.
Berkembangnya ilmu filsafat di dunia Islam ini pada akhirnya telah melahirkan sejumlah filsuf terkenal dari kalangan Muslim. Mereka antara lain Al-Kindi, Ar-Razi, Al-Farabi, Ibnu Maskawaih, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd.
Dengan memanfaatkan materi filsafat dari para filsuf Yunani, seperti Plato, Aristoteles, Pitagoras, Demokritos dan Plotinus, serta berpegang teguh pada ajaran Alquran dan hadits Nabi SAW, para filsuf Muslim membangun satu corak filsafat baru yang kini dikenal sebagai filsafat Islam. Dan karena dihasilkan dalam zaman klasik Islam, maka filsafat mereka sering disebut dengan filsafat klasik Islam.