REPUBLIKA.CO.ID, Namun setelah terjadinya fitnah (terbunuhnya Usman bin Affan), apabila mendengar hadis mereka selalu bertanya, dari manakah hadis itu diperoleh? Apabila diperoleh dari orang-orang Ahlu Sunnah, hadis itu diterima sebagai dalil dalam agama Islam. Dan apabila diterima dari orang-orang penyebar bid’ah, hadis itu ditolak.
Ia mencontohkan, ada kelompok politik yang mengultuskan Khalifah Ali bin Abi Thalib, lalu membuat hadis palsu. Fanatisme bita kelompok itu terhadap Ali membuat mereka membuat hadis palsu. ‘’Aliyyun khairul basyar, faman ankara faqad kafara'' (Ali adalah sebaik-baiknya manusia, barang siapa yang tidak percaya, dia telah kafir). Nah, ini jelas sekali yang membuat adalah orang yang fanatik dan mengultuskan Ali,’’ papar Kiai Ali Ya’kub.
Seiring bergulirnya waktu, pemalsuan hadis juga mulcul di kalangan kelompok tasawuf atau kaum sufi. Bahkan, kata Kiai Ali Ya’kub, pemalsuan hadis di kalangan ini begitu dominan. Menurutnya, ada beberapa alasan yang mendorong kelompok tasawuf pada zaman itu membuat hadis palsu.
Pertama, dari sisi tujuan. Mereka menganggap, ketika umat sudah bobrok akhlaknya, perlu ada dorongan untuk beramal saleh. Untuk merangsang beramal saleh, mereka membuat hadis-hadis palsu. Kedua, dari segi metode. Metode penetapan hadis, orang sufi tidak sama seperti ahli hadis secara umum. Mereka tidak terikat dengan persyaratan hadis. Misalnya, harus sanad-nya terdiri atas orang-orang yang kredibel. Mereka tidak menggunakan seperti itu. Mereka menggunakan dua metode.
Metode pertama, kata dia, disebut sebagai metode al-Kasyf, yakni suatu pengetahuan yang diperoleh tanpa pembelajaran, seperti ilham. Dengan menggunakan metode al-Kasyf, sebuah hadis bisa dianggap sahih, meskipun para ahli hadis menyatakan tidak sahih. ‘’Karenanya, jumlah hadis palsu di kalangan kaum sufi banyak sekali.’’
Kedua, lanjut Kiai Ali Ya’kub, mereka menganggap Nabi masih sering datang ke dunia, sehingga banyak menemui orang-orang tertentu. Akhirnya, lanjut dia, banyak hadis muncul setelah Nabi SAW wafat. Hadis-hadis palsu makin berkembang pesat di era kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, khalifah Dinasti Umayyah.
Guna membendung dan menghentikan peredaran hadis palsu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz lalu memerintahkan para pengumpulan, penulisan, dan pembukuan hadis. Namun, hingga kini masih banyak hadis-hadis palsu yang beredar dan menjadi pegangan sebagian umat. Meski jumlahnya sudah tak terlalu banyak lagi, keberadaan hadis-hadis palsu berpotensi untuk membuat umat tergelincir dalam kesesatan.