REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Rencana pemerintah akan menutup pelabuhan Tanjung Priuk sebagai pintu masuk impor holtikultura dinilai tidak akan merugikan importir. Ketua Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia, Kafi Kurnia mengungkapkan justru konsumen yang akan dirugikan. Karena, jika biaya transportasi buah naik, imoportir dengan mudah akan menaikkan harga beli kepada konsumen.
"Kerugian finansial nggak ada, kalau ongkos naik, ya cas naik. Justru konsumen yang rugi," ujar Kafi saat dihubungi Republika, Rabu (22/2).
Namun, sudah pasti importir akan dibuat repot karena waktu tempuh menuju kota besar pasti akan lebih lama. "Udah pasti rugi waktu, kita berabe," katanya. Pemerintah berencana menutup Tanjung Priuk dan mengganti dengan Tanjung Perak, Surabaya.
Jika diperkirakan, ongkos kirim untuk satu kontainer dari Surabaya ke Jakarta sekitar 10 juta. Ketika kembali ke Surabaya, kontainer dalam keadaan kosong. Sehingga, kemungkinan dalam satu kontainer akan ada biaya tambahan menjadi 20 juta.
Ia belum bisa memperkirakan kemungkinan turunnya konsumen jika harga buah-buahan menjadi lebih mahal. Menurut dia, jika impor masuk melalui Surabaya, maka wilayah Surabaya dan Bali akan 'kebanjiran' buah-buahan sehingga mungkin konsumsi buah di kota besar seperti Jakarta yang berkurang bisa ditutup dengan konsumsi di Bali yang meningkat.
Jika dikaji, kemungkinan enam bulan sampai satu tahun pertama volume impor buah akan turun. Kalangan importir telah menyiapkan skenario yang terburuk dengan ditutupnya Tanjung Priuk. Menurut Rafi, jalan terburuk adalah dengan segera membangun infrastruktur di Surabaya. "Investasinya berapa, kita belum hitung," ujarnya.