Rabu 07 Mar 2012 13:25 WIB

Pendiri Mazhab: Imam Syafi'i, Ulama Pembela Sunah (1)

Rep: Nidi Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Imam Syafi'i (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Imam Syafi'i (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i. Namun dunia lebih mengenalnya dengan panggilan Imam Syafi'i.

Ulama mujtahid (ahli ijtihad) di bidang fikih dan salah seorang dari empat imam mazhab yang terkenal dalam Islam ini dilahirkan di Gaza, Palestina, pada tahun 150 H/767 M dan wafat di Kairo, Mesir, pada tahun 204 H/820 M.

Ia dilahirkan sebagai seorang yatim. Ayahnya meninggal selang beberapa bulan sebelum dirinya dilahirkan. Saat usianya menginjak dua tahun, ibunya membawanya pulang ke kampung halaman mereka di Makkah. Di sinilah, Syafi’i tumbuh dan dibesarkan.

Sejak usia dini, ia telah memperlihatkan kecerdasan dan daya hapal yang luar biasa. Karenanya tak mengherankan jika di usia sembilan tahun Syafi’i sudah hapal seluruh isi Alquran dengan lancar. Kemudian ia memutuskan untuk mempelajari bahasa Arab yang asli dan fasih di luar Makkah. Ia berangkat ke dusun Badui, Bani Hudail, untuk mendalami bahasa, kesusastraan, dan adat-istiadat Arab yang asli.

Berkat ketekunan dan kesungguhannya, Syafi’i kemudian dikenal sangat ahli dalam bahasa Arab dan kesusastraan, mahir membuat syair, serta mendalami adat-istiadat Arab yang asli.

Selepas menuntut ilmu di dusun Badui, ia kembali ke Makkah untuk belajar ilmu fikih pada seorang ulama besar dan mufti di Kota Makkah, Imam Muslim bin Khalid Az-Zanni. Selain fikih, ia juga mempelajari berbagai cabang ilmu agama lainnya seperti ilmu hadits dan ilmu Alquran. Untuk ilmu hadits, ia berguru pada ulama hadits terkenal di zaman itu, Imam Sufyan bin Uyainah, sedangkan untuk ilmu Alquran pada ulama besar, Imam Ismail bin Qastantin.

Disamping cerdas, Syafi’i juga sangat tekun dan tidak kenal lelah dalam belajar. Selama menuntut ilmu, Syafi’i hidup serba kekurangan dan penuh penderitaan. Diriwayatkan, pernah karena kemiskinan dan ketidakmampuannya ia terpaksa mengumpulkan kertas-kertas bekas dari kantor-kantor pemerintah atau tulang-tulang sebagai alat untuk mencatat pelajarannya.

Minatnya terhadap ilmu fikih mulai tampak setelah ia membaca kitab Al-Muwatha’ karangan Imam Malik. Untuk memperdalam pengetahuan mengenai fikih, ia memutuskan untuk berguru pada ulama pencetus mazhab Maliki ini. Keseriusan dan ketekunan Syafi’i dalam mempelajari ilmu fikih membuatnya menjadi salah seorang murid kesayangan Imam Malik. Oleh sang guru ia diserahi tugas untuk mendiktekan isi kitab Al-Muwatha’ kepada murid-murid Imam Malik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement