REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi berencana melakukan revisi terhadap Stoom Ordonnantie Tahun 1930 (Undang–Undang Uap Tahun 1930). Penyempurnaan ini diperlukan agar penerapan pengaturan pesawat uap lebih sesuai dengan perkembangan teknologi. Hal ini nantinya juga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Penyempurnaan peraturan ini akan bepengaruh terhadap pesawat dan peralatan uap yang digunakan di berbagai kegiatan usaha pada sektor-sektor strategis seperti pusat-pusat tenaga listrik, industri-industri gula, kertas, minyak, petrokimia, tekstil, industri jasa bahkan sampai rumah tangga.
Sekjen Kemnakertrans, Muchtar Luthie mengatakan selama ini pemakaian atau penggunaan pesawat uap atau sumur produksi uap, termasuk pipa penyalurnya sebagai peralatan produksi uap semakin meningkat, baik jumlah, kapasitas dan berteknologi tinggi.
“Namun patut disadari semua pihak, peralatan-perlatan uap itu berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja, peledakan, kebakaran dan pencemaran lingkungan termasuk penyakit akibat kerja apabila pengelolaannya tidak sesuai dengan syarat-syarat teknis K3," kata Muchtar Luthfie, Rabu (7/3).
Muchtar mengungkapkan beberapa kecelakaan kerja berupa ledakan yang terjadi atas pemakaian atau penggunaan pesawat uap menggerakkan masyarakat atas pengaturan K3 pesawat uap. “Undang-Undang Uap Tahun 1930 sudah tidak dapat menampung tuntutan dan perkembangan zaman, maka sudah sepantasnya dilakukan tinjauan dan penyempurnaan terhadap peraturan yang berkaitan dengan pesawat uap ini, kata Muchtar
Saat ini penggunaan mesin dan peralatan uap masih mengacu pada peraturan peninggalan kolonial Belanda yaitu Stoom Ordonnantie Tahun 1930 (Undang – Undang Uap) dan Stoom Verordening Tahun 1930 (Peraturan Uap) serta Peraturan Menteri dan standar teknis K3. Untuk melakukan revisi Undang–Undang Uap Tahun 1930, Kemnakertrans masih menampung berbagai aspirasi, usulan, dan saran dari berbagai pihak terkait sehingga dapat menghasilkan rumusan tinjauan Undang-Undang Uap tahun 1930 dan berguna sebagai bahan pertimbangan dalam penyempurnaan Undang-undang.