REPUBLIKA.CO.ID, Judul di atas saya angkat dari lirik sebuah lagu band anak muda nyentrik asal kota Bandung yang bernama 'Kuburan". Intinya dalam lagu ini mereka lupa liriknya, cuma ingat kuncinya karena itu: c, a minor, d minor ke g, ke c lagi. Easy listening, menggelitik, dandanan nyentrik, dan sangat booming alias laku keras.
Namun jika kita bahas mengenai kata lupa. Kita semua sepakat bahwa sifat lupa itu adalah sebuah sifat yang sudah fitrah manusia. Tidak ada manusia yang tidak pernah lupa. Manusia adalah tempatnya lupa dan salah.
Mengapa manusia itu lupa? Jika kita bahas secara fitrah, lupa sebagaimana hukum kausa sebab akibat, ada untung dan ruginya. Ruginya sudah tidak perlu lagi kita bahas. Tapi apa untungnya? Salah satunya begini; bagaimana seseorang akan lepas dari kesedihan jika dia tidak diberikan sifat lupa oleh Allah SWT.
Hidupnya akan terasa sedih terus sampai meninggal seandainya dia tidak punya sifat lupa. Lalu bagaimana kita bisa rindu? Tidak akan ada rasa rindu bila tidak ada sifat lupa. Betapa indahnya rasa rindu bagi seorang kakek-nenek yang setiap saat memandang foto lusuh seorang cucunya, dipandang dengan senyuman, tak cukup itu di dekap foto itu di dadanya.
Itulah buah rindu, yang berawal dari sifat lupa. Betapa indahnya rasa rindu sepasang kekasih, betapa gigihnya seorang anak untuk pulang kampung menjumpai orang tuanya, karena motivasi rindu.
Dan karena sifat manusia yang pelupa pula, industri periklananlah banyak meraup untung. Perusahaan-perusahaan pun dalam tujuan mengingatkan bersaing mempromosikan produk-produknya. Dan pastinya jika manusia tidak lupa, itu melanggar sunattullah. Tidaklah ada surga dan neraka. Seluruh manusia akan saleh karena semua ingat atau tidak lupa terhadap perjanjian dengan Allah SWT. Sebagai hamba yang harus taat melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya.
Lupa adalah skenario Allah SWT, kita lupa terhadap apa yang terjadi ketika kita masih di Alam Rahiim, di dalam perut ibu kita. Tetapi kita sangat meyakini bahwa kita dahulu pernah berada dalam rahim. Dengan pendekatan logika ilmu dan kesaksian saksi-saksi seperti ayah, ibu , kakak dan saudara kita. Kita yakin pernah ada dalam rahim namun kita lupa.
Begitupun kita lupa “perjanjian besar” kita dengan Allah SWT di alam ruh. Sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam Alquran: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berFirman); “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab; “betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari kiamat kamu tidak mengatakan : Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap (keEsaanTuhan)”. (QS Al A’raaf [7] : 172)
Kita lupa terhadap hal ini, karena itu Allah SWT menurunkan kitab dan Rasul-Nya untuk mengingatkan kita akan hal perjanjian ini. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan disampaikan oleh Ubay bin Ka’ab; ... "Sesungguhnya Aku (Allah) akan mengutus kepada kalian para Rasul-KU yang akan mengingatkan kalian perjanjian KU itu. Selain itu AKU juga akan menurunkan kitab-kitabKU…”
Dan dalam surah Al-Ghasyiyah ayat 21 Allah SWT berfirman; “Maka berilah peringatan, karena kamu hanyalah orang yang memberi peringatan”. Rasullullah SAW sendiri hanya sebagai pemberi peringatan atau dalam kata lain orang yang mengingatkan, dikarenakan kita semua (manusia) lupa akan hal itu.
Dengan skenario besar inilah Allah SWT menguji kita manusia, akan hal perjanjian kita di alam ruh. Ketika Allah menurunkan Rasul dan Kitab-NYA untuk mengingatkan kita, agar kita tidak lupa. Bahwa selama hidup di dunia ini, mestilah kita mengakui keesaan Allah dan agar kita selalu beribadah kepada-NYA dengan menjalankan seluruh perintah-NYA dan menjauhi seluruh larangan-NYA.
Manusia sering kali lupa dan khilaf, karena itu perlulah kiranya kita menggiatkan diri dalam beribadah, ekstra zikir dalam artian menghadirkan Allah dalam benak, dan selalu mengingat-NYA. Karena, ”hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’du, [13] : 28)
Rasulullah SAW bersabda: "Setiap anak Adam itu mempunyai banyak kesalahan dan sebaik-baik orang yang mempunyai banyak kesalahan ialah orang-orang yang banyak bertaubat." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Ya Allah, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami, beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Allah, Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.
Aamiin, Ya Rabbal ‘Alamin.
Tidaklah lebih baik dari yang berbicara ataupun yang mendengarkan, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Ustaz Erick Yusuf: pemrakarsa Training iHAQi – Integrated Human Quotient
email: [email protected]
twitter: @erickyusuf