REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Presiden Pakistan, Asif Ali Zardari, mengutuk gerilyawan karena mengeksploitasi agama dengan menyerang masjid, gereja, sekolah, aset nasional dan warga sipil. Zardari mengatakan kepada parlemen di dalam pidato tahunannya bahwa pemerintah Partai Rakyat Pakistan pada 2008 telah mewarisi negara yang terlibat perang; bangsa yang terpecah; ancaman terorisme dan fanatisme; federasi yang lemah, rapuh dan peran tak jelas; serta mandat mengenai lembaga negara yang berbeda.
Pemerintah, katanya, menghadapi tantangan besar dan berusaha memenuhi aspirasi rakyat serta mengubah negara. Ia juga menyatakan berbagai upaya untuk menanggulangi fanatisme dan eksremisme di negeri tersebut telah memperlihatkan hasil dan keadaan telah membaik.
"Jika perlu, kami telah menggunakan kekuatan guna memastikan surat perintah negara tak menghadapi tantangan. Kami akan terus memperlihatkan tekad mengenai masalah ini," kata Asif Ali. "Negara menghadapi ancaman fanatisme dan ekstrismisme. Warga, polisi serta pasukan pemerintah telah diserang. Banyak orang telah gugur."
Berbagai pangkalan militer, kantor polisi, pipa saluran, rel kereta, hotel, sekolah telah dijadikan sasaran serangan. ''Bahkan masjid kita, gereja dan tempat suci keagamaan tak luput dari serangan," kata Zardari.
Asif Ali menyesalkan citra negerinya telah digambarkan secara negatif. Ekonominya pun harus memikul beban lebih berat.
Untuk menangani pola pikir kelompok minoritas, pemerintah menggerakkan anggota masyarakat dan berusaha mewujudkan konsensus nasional.