REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Terdakwa perkara suap cek pelawat Nunun Nurbaetie dalam persidangan membantah pernah bertemu dengan saksi Ari Malangjudo dan Hamka Yandhu pada 7 Juni 2004. Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan keterangan Nunun tidak memiliki nilai pembuktian karena disampaikan tanpa disertai dengan bukti pendukung.
"Terdakwa di depan persidangan mengatakan tidak pernah bertemu dengan Arie Malangjudo dan Hamka Yandhu pada tanggal 7 Juni 2004. Bahkan, terdakwa mengatakan tidak tahu-menahu soal cek pelawat. Menurut kami, keterangan tersebut tidak dapat diterima karena tidak memiliki pembuktian atau hanya keterangan terdakwa tanpa ada bukti dan bertentangan dengan keterangan saksi Arie Malangjudo," kata jaksa Siswanto saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/4).
Sebaliknya, menurut Siswanto, keterangan Arie Malangjudo memiliki nilai pembuktian yang lebih kuat dibandingkan keterangan terdakwa. Sebab, bersesuaian dengan keterangan saksi Ngatiran yang diketahui mantan office boy (OB) di PT Wahana Esa Sembada.
Ngatiran mengatakan pada 8 Juni 2004 sebelum jam makan siang mengantarkan kantong belanja karton ke Arie Malangjudo dan mengatakan titipan dari Ibu. Di mana, Ibu yang dimaksud adalah Nunun Nurbaetie.
Sebelumnya, Ari Malangjudo dalam kesaksiannya mengatakan bahwa pada 7 Juni 2004 dipanggil Nunun ke ruangannya dan bertemu dengan Hamka Yandhu. Di mana, Nunun memerintahkan menyerahkan tanda terima kasih kepada anggota dewan. Ternyata, pemberian tersebut berupa cek pelawat.
Kemudian, pada 8 Juni 2004, Arie mendapat telepon dari anggota dewan dari fraksi PDI-P yang mengatakan akan mengambil titipan dari
Nunun Nurbaetie. Kemudian, Arie menelepon terdakwa dan tidak berapa lama datang office boy dengan kantong yang berisi cek pelawat.
Pada hari ini, Senin (23/4), JPU KPK menuntut Nunun dengan hukuman penjara selama empat tahun dan denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan. Sebab, dianggap terbukti memberikan cek pelawat kepada anggota Komisi IX DPR RI terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior
(DGS) Bank Indonesia (BI) tahun 2004.