Rabu 25 Apr 2012 07:04 WIB

Kemenhut Desak Perubahan Tarif Perdagangan Tanaman-Satwa Liar

Rep: Aghia Khumaesi/ Red: Dewi Mardiani
Kayu Gaharu
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Kayu Gaharu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -— Lambannya respon Kementerian Perdagangan (Kemendag) merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 28/2004 yang mengatur perhitungan harga patokan untuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP) berdampak pada perdagangan dalam dan luar negeri. Salah satu bidang yang terdampak adalah Optimalisasi PNBP dari hasil perdagangan Tumbuhan dan Satwa liar (TSL) ke luar negeri.

Selama ini, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) telah mengusulkan revisi Permen tersebut sejak 2008. Karena itu, Kemenhut terus mendesak Kemendag agar merespon usulan perubahan tarif perdagangan TSL. Menurut Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kemenhut, Novianto Bambang, hingga kini, dialok interdepth dengan kementerian terkait terus dilakukan. 

“Ekspor satwa ke luar negeri sangat luar biasa, tapi justru tidak diikuti oleh besaran PNBP yang diperoleh negara. Kami mengajukan revisi Permen untuk dongkrak penerimaan PNBP kita,” katanya dalam diskusi mingguan ke II di Jakarta, kemarin.

PNBP TSL yang hingga kini hanya mencapai Rp 4,5 miliar. Padahal, kata Novianto, potensi PNBP ekspor TSL seharusnya bisa lebih besar, karena perkiraan nilai ekspornya mencapai 449 juta dolar AS. 

Selain itu, kata Novianto, penerimaan negara juga dapat dimaksimalkan melalui peningkatan prosentase tarif PNBP yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 59/1998. Revisi kian mendesak. Soalnya, kata dia, perubahan tarif tidak pernah terjadi sejak 14 tahun lalu, yakni 6 persen dari harga patokan yang ditetapkan.

Perdagangan TSL ke luar negeri didominasi oleh ekspor gaharu dan arwana. Keduanya berkontribusi menyumbang 65 persen penerimaan devisa hingga Rp 1,7 miliar. Hingga kini, perusahaan pengedar tumbuhan dan satwa liar dari alam telah mencapai 202 unit.

Pemerintah bahkan menetapkan kuota ekspor gaharu sebesar 600 ton setiap tahun ke sejumlah negara konsumen seperti Arab Saudi, Cina, dan Jepang. Asosiasi Gaharu Indonesia mencatat volume ekspor kayu gaharu Indonesia ke Cina kini telah mencapai 200-300 ton per tahun. Total permintaan impor kayu gaharu Cina diperkirakan mencapai 500 ton per tahun dari total kebutuhan dunia sebesar 4.000 ton per tahun.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement