REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO—Pemerintah Mali menyayangkan tindakan kelompok bersenjata merusak makam bersejarah yang berada di dekat kompleks peninggalan peradaban Islam, Timbuktu. Menurut pemerintah Mali, tindakan itu merupakan hal yang “tidak patut”.
Salah seorang pejabat Mali yang enggan menyebutkan namanya mengatakan tindakan Anggota Kelompok Islam Magribi Alqaidah (AQIM) yang dipimpin oleh Ansar Dina telah menghancurkan makam Mahmoud Ben Amar, salah seorang tokoh ternama Mali. “Mereka bahkan berjanji bakal menghancurkan makam lain di Timbuktu. Setelah itu, mereka mungkin bakal mengincar manuskrip bersejarah Timbuktu,” kata dia seperti dikuti alarabiya.net, Ahad (6/5).
Seorang wartawan lokal saat dikonfirmasi membenarkan berita itu. Menurutnya, kerusakan yang terjadi sangat serius. “Sangat serius,” kata dia.
Di luar masjid bersejarah, situs warisan dunia Timbuktu terdiri dari 16 kuburan dan musola. Kompleks kuburan itu merupakan aset penting yang juga dilindungi organisasi kebudayaan PBB (UNESCO). Tak hanya itu, di dalam kompleks tersebut terdapat 100 ribu naskah kuno yang berasal dari abad ke-12.
Dahulunya, kawasan yang berlokasi di tepi sungai Niger, atau 1.000 km dari Utara Bamako, merupakan persimpangan penting bagi pedagang di masa lalu. Kawasan ini juga merupakan pusat peradaban Islam.
Sebelumnya sekelompok bersenjata Arab yang dibentuk belum lama ini memperketat cengkeramannya atas kota Timbuktu, Mali utara, Jumat (27/4). Front Pembebasan Nasional Azawad (FNLA) memasuki kota itu sehari setelah para pemimpin Afrika barat setuju mengirim pasukan ke Mali yang dilanda kudeta dan perpecahan, namun untuk saat ini mereka hanya akan ditempatkan di ibu kota Mali, Bamako.
Beberapa saksi mengatakan, sekitar 100 kendaraan yang penuh dengan gerilyawan bersenjata memasuki Timbuktu, Jumat, setelah mereka menguasai pintu-pintu masuk timur dan selatan kota itu sehari sebelumnya.
Kelompok baru itu mengumumkan keberadaannya pada 8 April dan menyatakan memiliki sekitar 500 anggota yang tidak ingin melihat Mali utara memisahkan diri. Mereka juga tidak mendukung agenda muslim garis keras.
Sikap itu berbeda dari kelompok-kelompok gerilya lain yang memasuki wilayah tersebut dalam sebulan ini. Saat itu gerilyawan Arab Tuareg mendeklarasikan Mali utara sebagai sebuah negara merdeka, dan kelompok Islamis berusaha memberlakukan hukum syariah. Agung Sasongko/alarabiya