Senin 07 May 2012 22:17 WIB

Presiden Uganda Harapkan Muslim Bersatu

Rep: Agung Sasongko/ Red: Karta Raharja Ucu
Muslim Uganda melakukan shalat Idhul Adha
Foto: www.bbc.co.uk
Muslim Uganda melakukan shalat Idhul Adha

REPUBLIKA.CO.ID, KAMPALA -- Presiden Uganda, Yoweri Museveni meminta para pemimpin komunitas Muslim bekerja sama untuk menyatukan umat Muslim Uganda demi kepentingan Islam, Muslim dan Uganda. "Hal itu dimulai dengan menyelesaikan segenap konflik antar pemimpin," kata dia seperti dikutip iina.me, Senin (7/5).

Dalam pertemuan dengan Dewan Islam Uganda, Museveni mengatakan pemerintah sangat prihatin dengan konflik internal umat Islam. Menurutnya, sudah waktunya para pemimpin komunitas Muslim untuk berdamai dan bekerjasama menemukan solusi dalam menerima perbedaan.

Dikatakannya, konflik yang terjadi antar pimpinan Muslim hanya akan menyakiti umat. Padahal hidup mereka sudah berat, mereka harus bekerja keras untuk terhindar dari kemiskinan. "Jangan buat mereka hidup dalam ketakutan. Mereka memiliki banyak masalah. Jangan sampai mereka terseret arus konflik," ujarnya.

Museveni mengklaim, pihaknya berusaha keras untuk menyatukan umat Islam. Salah satu usaha itu antara lain membentuk Dewan Islam Uganda. Dari dewan ini, pemerintah berniat tulus untuk menyatukan negeri ini, termasuk umat Islam.

Dalam kesempatan itu, Museveni juga memperingatkan media massa untuk tidak memperkeruh suasana. Sebab, ada indikasi pertikaian yang meluas diakibatkan dari pemberitaan yang ada.

Ketua Dewan Islam Uganda, Mufti Sheikh Shaban Ramadhan Mubajje memuji dorongan pemerintah untuk menyatukan umat. Shaban pun meyakinkan Presiden, rekonsiliasi akan terus dilakukan. "Rekonsiliasi membutuhkan kejujuran dan transparansi," kata dia.

Saat ini umat Islam di Uganda terjebak dalam konflik peninggalan penguasa terdahulu. Konflik yang diawali masalah kemiskinan dan kecemburuan ini semakin menenggelamkan Muslim Uganda dalam jurang kemiskinan.

Sebagai informasi, negara di Afrika Timur ini berpopulasi sekitar 27,8 juta jiwa. Sebagian besar penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka pernah mengalami situasi sulit sebagai sebuah bangsa saat pertikaian antaretnis dan agama merebak, tetapi kini mereka mencoba bangkit dari keterpurukan.

Bukan pekerjaan mudah untuk mewujudkan kesejahteraan. Laporan lembaga Human Development menyebutkan, kendati beragam upaya telah ditempuh, tingkat kemiskinan tidak turun, justru bertambah. Bila pada 1998 angkanya masih 35 persen, pada 2003 naik menjadi 38 persen. Kesenjangan antara kaum miskin dan kaya semakin melebar.

Warga di kawasan timur paling menderita. Angka kemiskinan di sini tercatat tertinggi di seluruh negeri. Dari sekitar 35 persen pada 2000, meningkat drastis menjadi 46 persen dalam tiga tahun. Salah satu sebab yakni kurang berkembangnya sektor pertanian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement