REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah mensinyalir tersangka kasus korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Neneng Sri Wahyuni berada di Malaysia.
Kalau memang hal tersebut benar, KPK harus segera memanfaatkan perjanjian ekstradisi dengan pemerintah Malaysia untuk memulangkan Neneng.
"Yang pasti KPK harus mengekstradisi karena ini di wilayah hukum negara lain," kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana yang ditemui di kantor KPK, Jakarta, Selasa (8/5).
Menurutnya, jika kerjasama ekstradisi itu sudah dilakukan, maka KPK harus bersabar menunggu. Karena, Malaysia memiliki wilayah yang luas sehingga KPK harus mengetahui secara pasti posisi Neneng. " Kalau sudah tahu titiknya dimana itu harus disampaikan ke otoritas Malaysia," katanya.
Selain itu, hambatan lainnya adalah Hikmahanto menduga otoritas Malaysia tidak mau membuang-buang waktu untuk mencari keberadaan Neneng. Malaysia tidak mau membuang-buang waktu untuk mencari sesuatu yang tidak memiliki kepentingan untuk negaranya.
"Saya si berharapnya KPK menemukan dulu Neneng baru diupayakan pemulangannya," kata Hikmahanto. Neneng ditetapkan sebagai tersangka pada kasus korupsi pengadaan PLTS di Kemenakertrans. Pada 2008 itu Neneng diduga berperan sebagai perantara atau broker proyek. Proyek PLTS senilai Rp 8,9 miliar tersebut dimenangkan PT Alfindo yang kemudian disubkontrak kepada beberapa perusahaan lain.